Jumat, 25 Desember 2015

Lately Thingy



Halo.
Maaf karena kesibukan sehingga lupa mengupdate blog.

I've been so busy on the last three months, ngurusin dari mulai AIESEC, pelajaran, jalan-jalan sama temen dan pacar, acara LEM, submisi karya, dan lain-lain. Ini minggu tenang, tapi saya juga sibuk...........sibuk leha-leha. Ehehe.

Dan saya gak akan nulis panjang-panjang, karena saya capek dan hanya punya waktu sedikit, tapi saya bakal upload apa yang terjadi dengan hidup saya belakangan ini -- hanya untuk mengingat bulan yang luar biasa ini :)


First one is, Inaugurasi.


Inaugurasi adalah acara yang bertujuan untuk mempererat hubungan antara 11 jurusan di Fakultas Ilmu Budaya, dan juga untuk saling unjuk gigi.

Antropologi Budaya, dengan Naskah Pesan Pertiwinya, Alhamdulillah beberapa kali masuk nominasi (ya meskipun gak menang) sebagai Ide Terbaik (hmm saya bahagia mendengarnya), terus satu lagi saya lupa nominasi apa, dan kita menang sebagai juara Poster!

Pesan Pertiwi berisi 3 babak, menceritakan tentang Bumi yang semakin ranggas, lalu perseteruan antara Kaum Adat dan Para Futuristik.

Saya berperan sebagai Kalawa, gadis Dayak yang penuh amarah dan berontakan, namun tetap tak bisa berbuat apa-apa ketika ditekan para futuristik.

Greetings from Kalawa!
Ketika Pertiwi memberi ucapan terakhir
Kalawa sok galak


"Seharusnya kita dahulu bersatu."
"....Sudah Terlambat...."


Ki-ka (bawah): Eka sebagai Ni Made, Edo sebagai orang Irian, Ami sebagai Hayati,
Fetty sebagai Pertiwi, Sekar sebagai Sri, Shabia sebagai Kalawa.

Ki-ka atas: Aya sebagai Pempem, Ulfa sebagai Pompom, Dwi sebagai Lollie, Titik
sebagai Lillu, Dipta gatau apaan.


Oke, let's move to the second events.
International Different Abilities Day (seharusnya International Day of People with Different Abilities but I decided to make it shorter) oleh Do Something Indonesia, Yayasan Percaya, dan Kota untuk Manusia. Dilaksanakan di Panti Asuhan Bina Siwi, Bantul, Yogyakarta.

Karena kita adalah sama-sama makhluk Tuhan,
perbedaannya: masing-masing diberi kelebihan dan kekurangan

Putih Kuning. Indah

I am Purrrfect with My Imperfection.
We Are The Same, karena kita #AntiDiskriminasi

orang-orang yang beruntung

Kita foto dalam rangka punya elemen etnik etnik keyen HAHA 
:) part 1

:) part 2

Di Panti Bina Siwi, ada tiga macam difabel.
Tuna daksa, Tuna Rungu, Tuna Grahita. (sebagian besar)
tapi mereka hebat-hebat, bisa main alat musik, bisa main band. :)

:)
I cannot tell you how I felt at that time, I feel sad yet so happy because God has given me something worth at that time. I could see myself as someone prestigious because There are so many unlucky people right there and they're still can embrace their own ability. Kenapa saya engga?

Dan last one, karya saya masuk submisi.

HEHE.



Emang masih jelek. Tapi at least udah bisa jadi batu loncatan untuk submit ke karya2 selanjutnya. Saya bikin ini 4 hari 3 malem, dengan tambahan satu hari buat siapin rak, cermin, kacamata-- dengan bantuan Faris dan Alwan, dua orang yang sangat berjasa!

Terus saya seneng banget karya saya ini dikunjungin sama beberapa teman dekat saya, which means they're care with my artworks: itu yang dicermin Bagas, difotoin Shelly.

-----------{ JUDUL: PEWARTA DI BALIK PERISTIWA
Media:
1.       Kanvas (4 x 30x30 cm), Cermin, Rak, Kacamata.
2.       Akrilik & Mix Media

Bentuk Karya:
Ilustrasi Non-Digital
Tiga Dimensi

Deskripsi:
Jakarta sering diidentikan dengan kota metropolitan yang hiruk-pikuk, banyak masalah, tak ada ruang untuk relaksasi. Kaum yang menetap di sana adalah mereka yang selalu dirundung stress dan durja.
Lukisan ini berusaha memutarbalikkan “durja” tersebut, bahwa “kaum” yang menghadapi problematika tersebut justru telah menjadi matang dan tahu bagaimana menyiasati problematika setelah melalui waktu-waktu sulit dalam hidupnya. Ia malah menafsirkan kesulitan tersebut justru sebagai kebahagiaan.
Tokoh yang berwarna separuh hitam separuh putih ini adalah pewarta, bahwa di balik kesulitan ada kebahagiaan, ada hikmah dalam peristiwa (kota). Ia mengandung Hitam-Putih karena seimbang; lambang yin-yang dan perspektifnya sudah tidak membaur dengan ke-riwehan­-kota. Karena di balik kemacetan, ada waktu relaksasi. Karena di balik kemiskinan dan krisis pangan, ada imajinasi yang berkembang: kerupuk menjadi ayam KFC. Karena sampah telah menjadi harta karun, dan banjir telah menjadi arena waterpark.
Semua masalah ini bermuara pada satu pertanyaan, apakah masalah terbesar di Jakarta, dan bisa kah masing-masing dari kita mulai menjadi pewarta hitam-putih untuk berefleksi apa atau bagaimana makna masalah Jakarta yang sesungguhnya terjadi? }---------

Tapi untuk ke depannya, saya pengen coba media lain: fotografi, instalasi, dan mix media. Karena saya juga engga jago jago amat mengolah cat huehehe, lebih bisa bermain dengan makna. Doakan ya.


Honestly I still have many nice experience in this month, but I decided to tell you in the next time we meet. Sampai berjumpa lagi, Salam Filosofi Gunung.


Sabtu, 19 Desember 2015

name

I am the biggest one,
My first step began to walk from the top of the mountain,
but I heard one word that makes my body bow down
("Remember to hold your third name.")

I fell, but I did raise
My soul relinquished a spark
a spark, which reminds me to only speak words of grace
("The second name, it will be your life purpose.")

I move, solemnly with my slowest tread
Perhaps i would not reach my destination as fast as the other
But i didn't care, someone told me to ignore the greed
("Be a lion, it is the essence of your third name.")

And finally,
After long journey and hard pathway,
Forgetful people and fatiguing moments,
I am the sun who will always lead you to the dusk
Because I can be big but I'll never let myself to be huge
Because I can shine but I'll only spark it through my way
Because I can move as fast as lion, but a lion never snoop in hurry steps.
Because I was born in the beginning of the day,


I am the sun who will always lead you to the dusk.
(And when you call me, 
you will always remind me of how beautiful my soul is. thankyou)

- - -


I remember when I asked my Mom what is the meaning of my full name.
She only brought me smile and answer me with one brief sentence.
"If you feel curious about it, just find your true name. One thing that I know is you will shine as big as your name."

And three days ago, a revelation came to me in the middle of the class and told me:
"Your name will be your purpose of life. You will be the sun who rise in the beginning of the day, glowing big and pouring earth by your affection, move slowly and giving every creature your warmth."

gusti: the biggest one, nur: light, asla: graceful, shabia: forenoon, bia: beautiful.



Minggu, 15 November 2015

Jikalau Hati Bisa Terfragmen Dua

Hati hanya diberikan kepada satu orang, demikian ia pernah berkata.
          Tetapi Daun bisa tercabik jadi belasan fragmen, mengapa hati hanya terbelah dua, satu untuk diriku dan dirinya? Tetapi Porselen bisa gugur dan pecah menjadi ratusan keping tajam, mengapa hati hanya terbelah dua, satu untuk dirinya dan diriku?
   

Pernah ada sebuah suara masuk ke dalam indranya dan menggetarkan jiwa-jiwanya dan ketika ia mengangkat muka untuk melihat sebuah berkas yang ia kira matahari pagi yang biasa membangunkannya dari tidur lelap, ia malah terpana.


Bukan.
Di luar bukan Sang Surya.

Ia melihat sebuah kejora, tidak seterang matahari,
namun hangat. Hangat yang membuai, yang pernah membuat angan berjulai:
"Suatu hari aku akan memiliki pendamping dengan hangat seperti ini."


Sang kejora berpendar dan ia menyadari sinar itu bukanlah sebuah mentari.
bukan pula sebuah bintang gemintang.
Ia seribu kunang-kunang, hinggap pada sebuah dahan yang melayang.
Di baliknya ialah seorang lelaki, membawa kepadanya sebuah pohon seribu kunang-kunang itu.


Tapi ia tak lantas meraihnya
karena ia tahu dahan dan lelaki itu bukan haknya.


Hati hanya diberikan kepada satu orang, demikian ia pernah berkata.
Tapi Daun--
(ia tak menyelesaikan kalimatnya.. bibirnya kelu.)


Ia, Bulan, sudah berpasangan dengan Mentari dan tegakah ia memilih Pepohonan Kunang?
Ia, gelap, sudah dipilih terang dan tegakah ia menjatuhkan diri pada Pepohonan Kunang?


Hati hanya diberikan kepada satu orang,
dan sebuah garis memiliki dua ujung. Ia juga tak pernah menyukai persimpangan.


Maka ia menangis, menyesali hatinya yang pernah berpikir untuk beralih akhir-akhir ini, dan ia tambah menangis ketika menyadari hatinya memang tak kuasa untuk mengkhianati.

Ia gebah Pepohonan Kunang, dan ia kembali tidur, menyongsong Mentari walau terkadang ia tahu sinar Mentari kadang menyakitinya juga. Tapi tak apa, hati pun hanya bisa diberikan kepada satu orang.


Jikalau hati bisa terfragmen dua, akankah ia berani untuk memeluk pepohonan kunang?


Rabu, 14 Oktober 2015

Rumah

Kita akan membangun sebuah rumah, Sayang.

Yang berteras dan berhalaman luas, ada halaman depan dan belakang. Yang ketika pertama kali membelinya, aku akan dengan bersemangat belanja bibit-bibit pohon yang akan menjadi tua, kisut dan keriput. Yang terasnya berlantaikan semacam ubin batu, tempat segala embun dan sisa hujan semalam membuatnya jadi lembab. Yang berpagar dengan rapat yang nihil, jadi semua pejalan kaki bisa melihat rumah dan keharmonisan keluarga kita.



Rumah kita akan berarsitektur peninggalan Belanda. Dengan warna putih dan abu tiada cela, karena aku menolak biru muda atau warna pastel yang terlalu pop. Aku akan menyuburkan dandelion untukku, bunga matahari untuk anak pertama kita, dan mawar untukmu, jadi rumah kita akan selalu wangi. Rumah kita akan memuat pekarangan belakang yang cukup untuk tenda yang akan dibangunmu dan anak lelaki kita, tenda yang akan menaungi kita tatkala kita ingin melihat malam terbingkai angkasa.



Halaman belakang akan memiliki sebuah pohon yang kuat, mungkin trembesi, mungkin oak, yang di atasnya terdapat rumah pohon. Kau tahu, rumah pohon sudah menjadi impianku sejak aku masih di taman kanak-kanak.

Kamar tidur kita adalah tempat kita rebah. Tempat kita pertama kali bercinta, tetapi bukan satu-satunya tempat untuk bercinta (kita akan menyadari, di malam yang dingin saat kita menonton televisi di ruang keluarga, tetiba hangat bukan bersuar dari gelombang sana, tetapi dari apa yang harus kita tukarkan: lalu kita terkikik.) Benar, kan, kita tak hanya bercinta di sana?



Kamu tahu aku suka kayu, jadi lantai kamar kita harus kayu yang kuat! Akan ada sebuah karpet tempat debu enggan membuang lesu, juga sebuah sofa. Kamar kita akan dimuati satu rak buku dan ruang almari. Lukisanku adalah satu yang terpajang di dalam kamar itu, berdampingan dengan foto-foto kita, dengan atau tanpa anak-anak kita. Seprai ranjang kita haruslah putih! Namun khusus untukmu aku akan belajar merajut, menjahit kain-kain perca agar bisa menyelimutimu sebagai sarung atau selimut atau keduanya; agar kau tak rindu aku ketika aku pergi jauh dan demikian sebaliknya. Belikan aku kasur yang besar, Sayang, agar anak kita bisa numpang menginap, agar kita bisa melakukan tujuan lain selain tidur dengan leluasa: yaitu bermain kartu, tentu. Hihi.

Sedang untuk kamar mandi, aku tidak berharap yang muluk-muluk. WC tentu saja adalah sebuah kewajiban, wastafel cukup berbahan kaca, cerminnya harus besar agar aku bisa menatap tubuhku dengan leluasa. (Hehe). Aku mau ada bathtube, lalu ada busa, karena kamu harus mengetahui aku terobsesi mandi busa karena aku tidak pernah mandi busa seumur hidupku. Dinding kamar mandi kita lagi-lagi adalah batu-batuan agar aku merasa terbuka di alam. Biarkan atapnya adalah atap rumbia.



Lalu Dapur, Dapur kita cukup sederhana namun tergolong luas agar anak perempuan kita bisa membantuku memasak. Aku akan membeli banyak bahan untuk meramu makanan untukmu, anak lelaki kita, dan anak perempuan kita. Semoga di dapur aku semakin bisa menabula rasa.



Ruang keluarga kita adalah ruangan yang paling hidup. Ada sebuah TV di sana, karpet yang lembut untuk bersendagurau bersama keluarga kecil kita yang humanis, tempat dimana aku akan merepotkanmu untuk mletakkan meja kayu panjang: di atasnya ada hasil kriyaku, foto-foto keluarga kita, potongan-potongan puisi, dan vas bunga. Oh ya, di depan TV akan ada sebuah sofa tempat aku akan ketiduran menunggumu lembur di tempat kerja. Di depan sofa ada meja kecil di mana di atasnya akan selalu ada koran serta buku bacaan. (Keluarga kita akan menjadi keluarga kutubuku, catat itu.)



Yang terakhir, aku ingin rumah kita penuh dengan jendela. Jendela yang menghadap ke Timur, agar berkas-berkas mentari pagi bisa menempel di rambut anak lelaki kita. Agar suatu waktu kau bisa menjumpai aku melamun di sudut jendela, menulis prosa dan puisi. Agar anak kita lebih sering menatap ke luar dibanding menunduk menatap gadgetnya. Agar kita bisa membuat bangau-bangau kertas kita terbang selayaknya burung yang nyata, dan agar giring-giring kita berbunyi dengan denting surga.
.
.
.
.
Yang terpenting, aku ingin rumahku bisa menyajikan rumah yang lebih absolut dari sekedar bangunan. Rumah yang selalu dibawa dalam kehangatanmu, Abhipraya, dan Aksara. Tidak apa-apa bila rumah kita hanyalah bangunan kecil.

Tiga jagoan utama yang akan kuperjuangkan cukuplah menjadi tempat aku pulang. :)

padang akan kau sambut,
benua akan kau rabut,
perjalanan akan membawamu ke dalam kebahagiaan,
dan puncak akan menjadi kebanggan,
tapi rumah akan selalu menjadi pondok singgah dalam kabut,
berisikan seselip peluk dalam kehangatan.
I'll take you home someday.

Selasa, 11 Agustus 2015

Menapaki Jogja (Part 2 - finale)


Hualo!

Akhirnya saya nulis lagi.

Padahal. cuman gabut di rumah. (Gak deng gak gabut, tapi rasanya tuh gabut gimana gitu ya... tapi weh kok jadi curhat?!) pokoknya, saya berada di situasi di mana saya gak gabut tapi ngerasa gabut, namun akhir-akhir ini saya ngerasa gak gabut karena Tugas PPSMB, wahai Jagadhita, sudah turun dari bumantara dan membuat jari saya agak pegel ngetik jawabannya. Ehe.

Ok. Maaf ya sempet curhat ga penting di atas kayak gituh. (O iya, saya nulis ini jam 2:12 AM tanggal 26 Juli................... tentu saja karena habis MENGERJAKAN TUGAS PPSMB. #nguap) (note: dan sekarang udah 3 September LOL HAHA)

Mumpung lagi numpang wifi hiks gamodal dan saya pernah janji akan mengunggah catatan #seniseni saya ketika di Jogja, maka saya pun memutuskan untuk membuat entri. Mungkin kamu sudah rinduh kepada keberadaankuh, para pembaca yang anjir-saya-pengen-tau-yang-baca-blog-saya-siapa-aja-WOY.

Ok. Here we go... I present my endless journey in Jogja, Menapaki Jogja Part 2, BAGIAN SENI-SENI! (dan bukan air seni. catat itu. hmph.)

1. Jogja Art Weeks
(now playing: Mountains by Hans Zimmer)

Cerita ini bermula di suatu hari yang cerah, tatkala saya baru saja menyelesaikan Tes TPA dan saya melihat siluet seorang lelaki. Nampa'nya mirip dengan seseorang yang waktu itu chat saya dan salah satu penghuni pertama Grup Line Antropologi UGM 2015.

Karena saya gak tau diri, dan gak tau malu. Akhirnya pula saya tegur orang itu. Ternyata benar! Dia adalah orang yang sama dengan yang waktu itu ceting sama saya! (Saya memang hebat, padahal dpnya waktu itu pake masker diving. Coba kalo waktu itu pake masker yang dipake nenek-nenek pengusir setan di Insidious, (Radiation Mask btw namanya) saya pasti gak akan mengenalinya #lha #hubungannya #apa?)

OKE FOKUS, SHABIA!

Pokoknyaaa, saya dan dia sempat ngobrol dikit, bersama temannya yang juga lelaki. Tapi saya ngobrol berempat kok, sama teman saya yang satu lagi, namanya Sekar atau Echa belum bisa nentuin manggil kamu siapa, Kar, kalo kamu baca ini :( (btw, nama Sekar atau Echa akan saya sebutkan beberapa kali di bawah, dan nanti akan saya kenalkeun. ehe ehe.).

Kita waktu itu ada rapat Antro sebentar. Abis itu, kan pada pulang. Terus akhirnya saya dengan gak tau malunya ngajak si cowo masker selem ini (ya ok nama dia Alwan btw), karena jujur ya waktu itu saya gak ada kenalan terus kan saya rada jiper sama orang baru, nah si Alwan ini salah satu orang yang udah pernah ngobrol via Line selain Sekar, jadi nggak kagok. Dia juga ngerti ARTJOG WHAW! Dan si alwan ini memberitahu bahwa kalau saya suka artjog saya juga pasti suka Jogja Art Weeks. Lalu berlangsunglah percakapan awkward seperti ini:

S: "HEYO WTF!"
A: "YO MY SUPER NIGGA!"

ea ngelawak. nih deh yang bener:

A: "Di PKKH (nyebutin nama tempat yang saya gaada bayangan dimana) juga ada pameran lho. Nanti malem openingnya."
S: *lemot* "Haa? Pameran apa? Seni juga?"
A: "Iya seni." (note: semua cowo kalo jawab irit banget. ) "Aku sama Adi *nunjuk temennya* mau ke situ"
S: "OOOO"
A: "....."
S: "PKKH itu dimana? Emang kamu panitia?"
A: *gak inget jawabannya* "Ituu dekett.. PKKH deket Graha Sabha Pramana itu loh."

Lalu saya terdiam. Kemageran saya membuat saya berpikir, PKKH yang nama tempat itu huruf konsonan semua itu pasti bagaikan di luar planet (jing gue lebay banget. maksudnya jauh) dan akhirnya saya memutuskan buat pulang................ setelah Alwan kasih Art Map.

DAN SAYA TOLOL. HARI ITU SAYA GAK KE OPENING JOGJA ART WEEKS, YANG JELAS JELAS ADA MBAK FRAU. DAN ADA ANOTHER TRIP TO THE MOON-NYA MAS MAEL. BESOKNYA SAYA JUGA BARU NYADAR.........................

..................PKKH UGM itu depan Grha Sabha Pramana. Persis. Kalo jalan gak nyampe 15 menit, kalik. Hati saya bagaikan tertohok. (Kalo ini beneran geregetan sama diri sendiri, karena saya oon banget heu emang. Hilang sudah kesempatan saya bertemu mbak Frau)

Akhirnya di suatu malam yang cerah itu saya bilang Sekar saya minta ditemenin keesokan harinya ke PKKH UGM ;__; beruntung, Sekar mau menemaninya. Dan besoknya, ternyata banyak ugha yang mau ke PKKH. Ada Sekar atau Echa, ada Yaya, dan ada Iin.



INI NEH PKKH mas bro #masihgondok

tentang harapan, yang menggeliat du abtara mimpi dan kenyataan: tentang rindu pulang, menanti engkau datang,
cepat reda, sembuh, bertemu, sehari bersama kakek, jangan tebang kami, terbang, dst.
oleh Dian Mayang Sari


Tentang Sebuah Yin dan Yang dan bagaimana kita menjungkirbalikkan persepsi hitam,
menjadi putih, melalui ruang gelap atau mungkin proses menjadikan
film negatif menjadi warna asli. Dharma-Adharma, tentang perbedaan yang mengatur keseimbangan dunia.
- I Nyoman Putra Purbawa
Give us more space!!!

One of masterpiece which I like the most.  "Sebuah eksperimen, yang bisa menyenangkan,
bisa melelahkan, bisa menginspirasi... tentang ayah dan anak yang bertemu di media rekam..
terlempar ke masa lalu dan berpikir: seperti inikah aku dulunya? how time flies?
time stand still? anda, saya kita?"
He truly had and trying
to give us a hint about feminism, masculinity, gender, patriarchy, identity, rights and many more
from this picture.

teman baru yang Insa Oloh sejiwa, Aliyah Sekar!

Emang kamu kira cuma kamu yang boleh nyokong tetek di publik?
"... bahwa di balik sekedar isu ketubuhan ... kita masih punya hal lain yang lebih berharga:
our mind... our soul..."
BESARNYA tetek hanya sebuah BONUS. Kamu toh akan menjadi seorang ibu, yang
m e n y u s u i anakmu, itu sudah cukup?

RI-SAIKEL (recycle)

kisah tentang seorang supir angkote

have we see our truest reflection?

kisah si gundul

#okelah

ketika penis
bertemu vagina,
lalu persetubuhan menjadi kelaziman
mungkin juga onani, pemerkosaan?
atau bahkan semacam yang sodomi?
apakah Halal?
Kita mengeksekusi kemanusiaan,
dan yang terbit merupakan bahaya kesusilaan
(p.s: tulisan Arab di atas itu Ha, Lam, dan Lam, dibaca Halal.)


bagaimana melukis keluarga yang Alhamdulille,
Sakinah Mawaddah Warohmah!

focus on your subconsciousness and hear the voices that ears cannot fathom

Ojo Mlaku Mlaku
2. ART JOG
(now playing: Sevenchords - Lagu Tidur

Daaan, itu baru JAW! Ada lagi Art Jog, dan karena saya gak mau berlama-lama ngetik, saya langsung pamerin foto aja yah. Intinya saya waktu itu nemenin si kucrit Smita Tanaya ke Art Jog berdua doang kek lesbong padahal lusanya dia Utul :)) untungnya sekarang  ia udah menjadi #MabaCantiqueJPPUGM2015, #YokGANdiFOLLOW!

kepada congklak, yang lobangnya sudah jarang dimainkan (eh lha kok terdengar salah ya...)

#SalonGRATIScyin
Rocking Shave.

ayo bekerja keras,
mengayuh asa, juga mimpi
Saksikan lentera cita-cita nyala, juga mati
Tidak ada Tidur Untuk Hari Ini:
No Bed Rest for The "Wicked"

kepada Padi dan Agrikultur Endonesa~

The Tree of Hope, Yoko Ono.

Meditative Space
kamu bisa shalat di dalam sini, dengan diiringi sarkasme tentang Spiritualisme.

The Hidden Life of Things,
untuk melihat kepala Sang Wayang dan melihat latarnya.

selamatkan situs boedaja.
History N Destiny. J A S M E R A H

PIPO BOCOR!
negeri ini subur dan kita hidup di atas air. Namun mengapa air diprivatkan?

untuk kekreatipan, rangqai idemoe di zini.

aTAS NaMA gRAMMar, atas representasi.

no more boundaries

sebuah proyek, dimulai dari Titik Nol Jogja, untuk memaknai
sebuah perjalanan.

orang terbalik sama dengan agitator. anjing ialah perlambang loyalitas, namun sirnanya individualitas.
"Stempel agama, ras, politik, budaya, terus melekat pada kita."
Memorial Landscape #2
ko-d e.

Atas Nama Daun (Ganja), mari memuliakannya. Bukan sebagai kriminalitas,
tapi sebagai sebuah pemaafan atas nama Hak Asasi.

moeterrrr moeterrrr

Para Pencari Kehebatan tidak lagi mencari info dan referensi di dunia realitas, tapi dunia virtual.
Fermentation of Nose, hidung P I NO K I O.

Atas Nama Agrikultur Endonesa, sebua paradok'z

ATAS NAMAAA GANJHAAA

perspektif monoton?

menginjeksi berbagai warna kepada wadah: kita.

i.....
.........C.......
....u

sALAM DarI PluTO!
esensi sebuah karaoke, mengevaluasi kedekatan.

jalasveva jayamahe, kepada jaring jejaring maritimue

sistem binokular?

untuk selalu bermimpi, yang bergerak dan takkan alami stagnansi
(p.s: maaf apabila terlalu banya muka saya, karena itu Smita anjeng yang kasih ke saya. Huh.)

Saya suka Art Jog. Banget. Kalau dipikir-pikir, pameran lain yang juga turut mengendap di hati saya, Aku Diponegoro tidak semasif ini, meski telah mencengangkan saya juga. Kedua pameran ini menyentuh saya dengan cara mereka sendiri.

Art Jog, karena diciptakan begitu dekat dan interaktif dengan pengunjung: menawarkan semacam hubungan yang tercipta antara karya seni dan pengunjung, agar menikmati. Dari mulai No Bed Rest for The Wicked yang bisa dikayuh, Pipa Bocor yang kalo pipanya diteken airnya muncrat entah dari mana, History N Destiny yang punya bunyi Gong yang gaungnya menembus batas-batas spiritual saya yang hipokrit dan tamak, untuk lebih peka mencermati budaya yang nyaris punah.

Bergerak dari hati saya yang tersentuh oleh karya-karya di sini, saya tak menyesal ngunjungin Art Jog dua kali. Untunglah saya akan tinggal di Jogja, kota seratus pameran seni :))

baik.
sudah final.

Intinya, terima kasih Allah karena saya kini sudah menetap di Jogja. 
Terima kasih juga untuk pembaca mau membaca entri, walaupun saya tidak akan pernah tahu siapa saja yang mengarah direksi ke sini.

Saya sayang kalian!