Selasa, 12 Desember 2017

Kadang Kita Lupa Bahwa Kesuksesan Bukan Hal Yang Melulu Harus Dikejar



tarik napas dan lihatlah sekelilingmu.
sudah berapa jauh kau melangkah?
di bagian bumi mana kah kau berpijak?


lihat sekelilingmu, benda-benda di sekitarmu;
coba jelaskan kepadaku materi mana yang merupakan perwujudan mimpimu dulu,
apakah sebuah laporan IPK dari jurusan yang dahulu kau idam-idamkan?
adakah sebuah kamar yang hanya berisi diri kau sendiri yang dulu kau dambakan?
apakah sebuah vas bunga yang dirangkai dengan cantik,
adakah potret-potret yang merekam momen yang dulu kau inginkan untuk terjadi?


ruang dan waktu telah melimitasi kita untuk melihat seberapa jauh kita sudah melangkah, dan hanya menyiksa diri kita tentang persoalan seberapa jauh kita dari mimpi-mimpi kita: tidak!
mimpi adalah sebuah proses, tak lekang dalam ruang dan waktu, tidak lapuk dalam iklim dan cuaca, ia akan selalu ada dalam hidupmu selama kau bergerak, dan semakin menyatu dalam dirimu ketika kau menyadarinya:
kau sedang melangkah,
kau telah melangkah,
kau masih melangkah,
dan setiap harinya kau merealisasikan mimpi-mimpi baru; tenggat-tenggat baru; mimpi  baru jadi mimpi lama, tapi jangan kehilangan makna.


hargai dirimu
-- ingatlah sebuah sosok dari masa lalu yang dulu berjanji akan sangat bersyukur ketika berada dalam posisimu sekarang.


(kesuksesan bukan kata untuk mendefinisikan apa yang harus dicapai;
tapi apa yang juga sudah tercapai)

Kamis, 02 November 2017

aduh



Aku menjalani hidupku akhir-akhir ini sebagai sepotong kentang beku di tengah-tengah swalayan; menunggu untuk jatuh ke lantai dingin dan merasa tak berharga.

Tapi pada akhirnya, malam ini aku menangis. Dan rasanya lega sekali. Orang bilang mereka takut menghadapi kesedihan, tapi aku malah menanti-nantinya. Aku sudah lama tidak merasakan emosi yang dalam dan melankolis – hidupku akhir-akhir ini hanya berupa serangkaian kode etik yang memaksaku untuk terus bergerak dan berinteraksi dengan orang-orang yang bahkan tak terlalu kuanggap sanak. Aku lelah di dalam hati. Aku rindu kesedihan dan kegelisahan yang bercokol dalam relung jiwaku dan menstimulasi rasa puitisku. Aku sebegitu kangennya melarikan jemariku dalam situasi yang genting: tatkala sebuah rasa menuntut untuk disuarakan ke dalam untaian kata.

Mungkin malam ini adalah kulminasi dari stres yang kupendam hingga ke alam bawah sadar. Kopi lah pemicunya. Sebuah cold brew dan berita tentang keberhasilan orang-orang hebat, yang tak lain adalah teman-temanku. Mau jadi apa aku ini? Aku hanyalah sebongkah tubuh perempuan berlekuk yang berlemak di sana-sini yang terlihat cerdas dan seksi tapi aku tak lebih dari orang yang sering demotivasi, tak setia kawan, terlalu problematik, punya banyak wacana, tidak bisa membuat determinasi, dan masih banyak lagi. Aku tak punya masa depan. Aku tak punya harapan. Perjuanganku tidak cukup. Aku sampah. Aku sampah. Aku takut. Aku takut jatuh dan tidak punya kekuatan untuk menjulang kembali.

Betapa pikiranku kembali berisik dengan rasa cemas. Akankah hidupku lebih baik dari ini? Akankah diriku menjemput sesuatu yang bisa membuatku lebih bersinar lagi? Ketakutan sebenarnya lebih kompleks, tapi aku takkan terlalu menuangkannya dengan gamblang dalam tulisanku ini. Akhir-akhir ini aku juga mengingatkan diri untuk tidak terlalu publik. Publik itu mengerikan, kau tahu.

Tapi ketahuilah, setelah kecemasanku berkurang dan pikiranku yang berisik jadi berubah menjadi rangkaian bisik-bisik, aku mendapati rasa syukur dan kelegaan kembali merayapi diriku. Aku senang aku cemas. Berarti aku masih punya rasa untuk masa depanku. Setidaknya aku tidak menjadi kentang di swalayan yang menunggu untuk dijatuhkan. Sekarang aku kecoak yang masuk dalam pembuangan rahasia di swalayan yang sering mengganggu kentang-kentang tadi.


Minggu, 22 Oktober 2017

permasalahannya adalah aku sedang tidak jatuh cinta

September adalah permulaan dari embun hujan,
dan Oktober adalah relung kosong yang menadahinya.
Embun hujan terkumpul saja di dalamnya;
Mengisi, mencukupi, menutup semua ruang yang ada,
tapi tak sekalipun ia khilaf dan luap pada tepi-tepi cekungnya


Aku melihat relung itu:
duduk,
diam,
menangis,
dan memanggil sisa-sisa kasih sayang yang pernah sebegitu relanya mengumpul dalam sebuah likuid--hingga ia luap--hingga ia ruap--dan berharap akan mengisi haus seorang Adam


tapi
embun pagi tak menyahut
demikian pula relung yang susut
dan panggilanku tak ubahnya sebuah gema


yang tak ada


Yogyakarta,
01:25

Kamis, 24 Agustus 2017

Jagad adalah Jantera

konsep memiliki dan dimiliki memang sesuatu yang indah, saya berani jamin. tidak menjamin secara berturut-turut, pasti, tapi ada momen yang indah dalam hubungan dimana kamu saling memiliki dan dimiliki dengan kekasihmu. cliche, tapi saya pikir ini benar. bahkan indah ketika pdkt, itu sudah termasuk.

merayakan 1 tahun single (Wah, waktu berlalu begitu cepat, ya), saya beberapa menit yang lalu tengah ongkang-ongkak kaki sambil menyeruput coklat hangat, berpikir, "apa yang saya rasakan dalam satu waktu kosong dan hanya memiliki diri saya sendiri?" jelas, saya telah melalui banyak hard time dan masa kesepian yang cukup lama... tapi saya bertahan. kemudian kebetulan saya memiliki kawan-kawan yang baru saja berpisah jalan dengan seseorang yang pernah menjanjikan. saya sudah lama ingin mengulas dan bercerita tentang bagaimana saya berkutat dengan masa-masa pasca-putus saya yang cukup berat. post ini agak sedikit curhat dan menye. gapapa ya? :))
.
.
.
.
sebelum saya bertutur, ada baiknya kita berfokus dulu pada dua kalimat ini:

----------- pertama, tiap orang memiliki cara yang berbeda untuk mulai menyayangi, dan tegas mengakhiri (atau dalam term populernya, move on.). ada beberapa kasus orang lempeng-lempeng aja gitu ninggalin cowonya, padahal doi dulu sampe nangis darah sama saya kalo mereka berantem. ada juga yang move onnya berwindu-windu (gak deng saya lebay), padahal dia tipikal lelaki dingin dan pleiboi. we have different duration and ways in keeping things and let go things.

----------- kedua, tidak bermaksud menjustifikasi; saya ini orang romantik yang despret, a.k.a hopeless romantic. maklum, kebanyakan berkecimpung dalam kepuitisan dan adegan cinta di beberapa media populer, jadi ideal saya tentang lelaki dan hubungan rada mbelibet dan mbleketrek.

ketika setahun yang lalu (singkatnya) saya tahu saya akan mengambil jalan yang berbeda dengan kekasih saya waktu itu, Jagad Kecil saya hancur. hancur luar dalam. saya masih inget, kok, saya turun hampir 7 kilogram dalam waktu sebulan, setiap malam nangis terus (sampai teman saya yang biasa melihat keadaan saya di pagi hari udah familier sama mata saya), kerjaan saya nulis puisi dan merenung, dan saya melakukan hal-hal ekstrem. Hal ekstrem tersebut, katakanlah: naik Gunung Andong padahal lagi musim hujan, ngecat rambut, nyetir motor sampai Gunungkidul, hingga tibatiba banting setir jadi barista di sebuah kedai kopi. Ha. Orang bilang kita bisa menembus limitasi diri kita dalam kondisi ekstrem. Well, saya sudah membuktikannya. Dan teman-teman, I will tell you this: for those of you who tend to love someone soooo deep, atiati aja, lama move onnya :( saya salah satu yang termasuk dalam kondisi itu, dan i was going to a long, exhausting period -- yet it gave me something eventually.

Eniwei, tentu saja, saya sendiri gemas dengan diri saya, dan saya juga eneg berada dalam kondisi itu. rasanya saya pengen hibernasi aja beberapa bulan, lalu ketika saya terjaga, saya sudah gak memiliki perasaan lagi terhadap mantan saya. tapi tentu saja sistem hati dan semesta gak segampang sistem binomial nomenklatur. jadi saya mulai merumuskan hal-hal yang akan membuat saya better ... pelan-pelan.

Here the words for you, little soul who are in a exhausting, painful state, aku cuman mau bilang kata cliche ini dulu: everything is gonna be okay, ga menjamin kapan, but time will heal, time will make you growing and blossom and bloom -- sekali lagi, gak ada yang tau kapan. untuk mencapai tahap tersebut, ada satu hal gak enak yang harus kita lewatin.

telen dulu paitnya, kalau kata Adhia. telen. kekasihmu selingkuh sama cewek yang lebih cantik? ya sudah, telen paitnya, kemudian interpretasi: mungkin kekasihmu emang pada dasarnya lebih doyan sama tampilan yang lebih mentereng dibandingkan kamu, and you're not good enough in his eyes (jadi ya kamu cari aja orang yang bisa melihat tampilan jauh uh uh seusai quality of yours). lelakimu tau relationship kalian ga bakal workout, kendatipun dia adalah orang yang tadinya mempertahankan hubungan kalian banget? ya people changed. mungkin dia juga sudah kepingin cari yang baru, dan kamu hanyalah representasi dari kelawasan yang ia ingin langkahi? gak apa-apa, telen aja. kalau kamu salah, ya telen, kalau dia salah, ya telen juga.

abis telen, refleksi. di masa-masa melelahkan ini adalah saat yang tepat untuk mulai membenahi diri, karena hei dude kamu lagi punya diri kamu sendiri tanpa otoritas orang lain, lho. perbaiki hal-hal buruk yang dulu emang kamu pelihara. embrace hal-hal positif, dan bangun lagi aura serta atraktivitas yang kamu punya ... refleksi dan nikmatin.

jangan deny. masih terkait dengan poin satu, denial memang normal step dari 5 state of grief, tapi jangan lama-lama denynya. kadang ada beberapa orang yang deny perasaannya, bilang sudah rampung menyukai seseorang, tapi masih sering mencari keberadaannya di sudut-sudut familier. gak apa-apa, kok. kalau kamu masih mau ngestalk atau mikirin dia, bukan hal yang salah sama sekali. it's like you have to stop eating one thing that you loved, tapi kamu harus berenti. kamu pasti automatically bakal mikir makanan itu kapanpun kamu bm, kan? gausah dideny, tapi jangan sampai hasrat-hasrat bodoh buat kontak dia bikin kamu kelewat batas.

sisanya, hal yang bersifat sangat teknis sekali: cari teman, cari kesibukan, cari katarsis (ini penting), give yourself some quality time, tonton videonya TED, Button Poetry, dan In a Nutshell, baca puisi dan buku yang relate sama keadaan kamu. Dan banyak-banyak melalukan prosesi makan-tidur dengan lebih teratur.

saya punya beberapa hal ala saya yang ngebantu saya. pada dasarnya saya ini anak yang percaya mitos, jadi begitu putus, saya menghijrahkan semua barang dari mantan saya (kecuali pelbagai buku dan sebuah kamera) ke dalam kardus khusus. saya ingin mulai hidup tanpa dia, jadi representasi atas dia pun harus saya jauhkan dari ruang privat saya: dari kamar tidur saya. saya juga buat jurnal, judulnya "Post Break-Up Survival Journal". Alay, sih, tapi it helped me a lot. saya bercita-cita akan melihat kotak itu lagi tatkala saya telah siap dan tidak merasa tercabik lagi. beberapa menit sebelum menulis post ini, kotak itu baru saya buka. Hehe. Saya banyak menulis. tulisan privat maupun renungan yang saya post di blog ini. Jadi, teman-teman pun bisa mencermati 'Dark Age' saya melalui post-post blog ini.


intinya begini, masa putus cinta itu memang saat yang tepat untuk dijadikan titik balik, karena seolah kamu kehilangan pegangan kamu, gitu, lho. tapi ketika kamu telah berada dalam tempat yang melampaui rasa-mu ini, kamu akan tahu betapa leganya, dan betapa dewasanya kamu saat ini. berefleksi lagi pada pengalaman saya, saat ini saya memang tengah berada dalam periode mellow--saya kesepian dan sometimes itu menyedihkan, tapi saya telah menguasai satu hal dalam ranah sifat yang cukup membawa keberuntungan bagi saya. pada akhirnya, semua itu akan membawa hal yang lebih baik bagi kamu dan kekasihmu, kok.

.
.
.
Mungkin bukan sekarang, karena kamu butuh waktu untuk benar-benar menetralkan perasaan. apabila kamu memang ingin mengambil seribu langkah atau mencegah dia melihat profile kamu di media sosial, itu hak kamu. do what you want, tapi jangan kekanakan, ya. ga ada yang salah dengan menyayangi orang begitu lama sampai gak bisa move on. Jantera Harsa pada akhirnya pun akan membawamu kembali ke putaran yang di atas... berdoa saja ini dalam ranah percintaan.


Selamat satu tahun dalam memiliki diri sendiri, Shabia-ku :) (hehe)
Salam hangat,
Shabia.



Sabtu, 12 Agustus 2017

Mengingatkan Diri


sekarang saya punya cara efektif untuk mengingatkan arti kehilangan. semua ini berawal saat saya terbangun di tengah malam, air mata menuruni pipi saya yang sudah lembab, sisa-sisa mimpi buruk masih merambati kesadaran saya. seluruh keluarga saya meninggal, demikian mimpi itu menelusup dalam lelap saya. mereka naik bus mengunjungi diri saya, lalu terguling di jurang. eyang, keluarga tante, sepeupu saya -- semuanya.


kadang saya merasa, saya dianugerahi oleh kemampuan imajinasi yang kuat. kapanpun saya sedih, saya berimajinasi. ketika saya insecure, saya tinggal membayangkan masa depan yang cerah ceria membentang di depan saya, saya sedang berdiri di tengah podium di antara lautan orang, mengemukakan talenta saya. ya, jauh di lubuk hati saya, saya mengakui, kok, saya menyukai being center of attention. tapi being center of attention tidak berarti tidak bisa berlaku rendah hati.


imajinasi ini juga ternyata bisa saya gunakan untuk mengingatkan diri saya ketika saya nyaris melakukan hal-hal kurang ajar. sesimpel saya membayangkan semua hal baik direnggut dari hidup saya. tiba-tiba jantung ibu saya yang sedang banting tulang di ibukota sana berhenti berdetak, atau tiba-tiba keluarga saya bangkrut dan saya tidak bisa berleha-leha dengan kecukupan, atau mungkin di tengah jalan tibatiba saya diperkosa, saya mengandung anak haram, saya gak bisa lanjut kuliah. mengerikan, memang, imajinasi saya. tapi kadang-kadang karena imajinasi ini, saya jadi ngerti harus bersyukur.


hahaha, maka jangan heran kalau saya tiba-tiba sering berkaca-kaca atau pelupuk mata saya terlihat sembab, sebenernya itu lagi gaada apa-apa, kok *nyengir* . mungkin kalian baru saja memergoki saya melalui sesi "mengingatkan diri", karena hari itu saya tengah memaki-maki kekurangan yang menghinggapi saya dalam hidup.


satu hal yang masih sering sulit dilakukan, saya pikir, membangun imajinasi ketika saya akhirnya kalah dalam hidup saya. itu ... susah sekali. dan saya masih sering demotivasi tiba-tiba. tapi percayalah, saya sedang cari cara "mengingatkan diri" yang lebih efektif.


:) selamat berkontemplasi, salam hangat!


Jumat, 14 Juli 2017

Merangkul yang Baru

waktu terus berlanjut, saya semakin dewasa, dunia semakin berubah, segala hal berubah kompleks -- tapi, lucunya, hal kompleks berubah menjadi semakin sederhana.

postingan akan dibuka dengan satu kalimat sederhana yang merupakan ketakjuban personal pada diri saya: saya lagi gak cinta siapa-siapa. HA! Shabia, seorang hopeless-romantic, sebegitu seringnya mencari perairan mana yang kelak akan menjadi lokasi untuk menambatkan sauh, gak suka sama siapa-siapa? tapi, beneran. perasaan ini terlanjur tumbuh di hati saya... dan saya lagi gak menaruh hati kepada siapapun. di satu sisi perasaan ini asing, karena hampir tiga tahun saya selalu punya objek untuk disayang-sayang (ugh, gak terlalu terdengar tepat, ya?), dan saya juga takut saya kehilangan emosi yang sentimentil untuk membuat post-post galau tentang romansa, TAPI aduh saya lega banget. akhir-akhir ini pikiran saya tidak terdistraksi dengan satu sosok maskulin, namun lebih kepada pertanyaan tentang mimpi-mimpi dan target hidup saya. which is, hati saya sepenuhnya milik saya. sounds pathetic yet sounds so brave.

(tentu saja kita sedang bicara hal-hal plus. hal-hal minus adalah saya mulai merasa kesepian yang belum terlalu mengganggu (untungnya). tapi kegelisahan ini jangan ditaruh di satu keranjang, ndak baik)

di liburan ini saya banyak menemukan hal-hal lucu yang menyadarkan diri saya pada banyak hal ... diri Shabia yang optimis dan pesimis secara bersamaan, diri Shabia yang melaju ke waktu yang lebih jauh sekaligus masa yang terentang bertahun-tahun lalu.

saya mulai baca buku fantasi lagi, loh. saya juga kembali membeli buku-buku sastra. kembali membenamkan diri dalam mitologi. saya menghidupkan kembali ide-ide yang berkaitan dengan novel saya. saya kembali menulis fanfiksi Dramione (iya, kalau penasaran cari aja saya di fanfiction.net, tapi saya gak pakai nama asli di situs ybs). saya kembali ramah sama anak-anak (meski kadang suka mager, anak-anak Betawi di rumah saya suka mengeluarkan kata-kata bernuansa penghuni Ragunan.)

........ saya jarang keluar rumah, sebagian karena saya lagi menghemat duit, sebagian karena akhirnya saya gak merasakan urgensi untuk bersosialisasi (apakah ini bagus? atau jelek? dua-duanya, mungkin). waktu di rumah membuat saya kembali jadi kutubuku, terhitung sudah tiga buku saya baca, empat buku saya baca ulang, belasan cerita saya baca di fanfiction.net, DAN JELEKNYA saya rada jarang buka tulisan berfaedah macem indoprogress atau mongabay atau mojok atau vice, tapi ya udah lah ya. rencananya, sih, minggu depan saya mau berburu tulisan pintar lagi. tapi gak tau deh :p

namun ada hal-hal menarik yang saya temukan di liburan saya yang penuh ketidakproduktifan yang produktif ini. saya seakan menemukan sesuatu yang hangat -- saya banyak meluangkan waktu bersama keluarga, soalnya. sudah begitu, saya baru sadar, saya punya banyak teman yang sangat suportif.


mereka mendukung mimpi-mimpi saya. mereka percaya bahwa saya bisa menaklukan dunia. hehehe klise ya? saya aja suka ga percaya sama diri saya, dan saya serasa pengen bilang sama mereka: saya tuh ga sehebat yang mereka pikirin (SUMPAH). saya masih lah Shabia yang banyak wacana dan banyak gaya. tapi terima kasih sekali. dengan respon baik dari kalian, saya selalu merasa hidup saya punya banyak alasan. kalau boleh dibilang, kalian lah yang membantu saya menghidupkan mimpi-mimpi saya kembali.


yang terpenting: saya menemukan diri anak kecil di diri saya yang selalu tergelitik dengan tulisan. saya merasa kemampuan saya menulis cerita dan berimajinasi akhirnya kembali. setelah beberapa tahun dia ngadet cuman ngasih setilik tubuh, akhirnya dia kemaren nongol di dalam diri saya! dan saya menyambutnya dengan hangat, bilang saya butuh dia untuk menyegarkan idealisme, sekaligus membantu saya membuat cerita-cerita dan dongeng-dongeng saya.


seorang sahabat saya pernah bilang, "selalu jaga semangat seorang anak kecil yang ada di dalam diri kamu. bagaimana ia bisa dengan lugunya percaya cita-cita itu pasti akan terjadi. bagaimana ia bisa dengan niatnya pergi ke tempat-tempat untuk melakukan sesuatu."

dan saya gak bisa lebih setuju lagi. saya rasa ada hal-hal baru menyenangkan yang akan menelusup di diri saya. keinginan untuk merealisasikan novel, menambatkan relasi dengan orang-orang baik di sekitar saya, membuka pada mimpi-mimpi ...


dan tentu saja, sesuai moto saya: lakukan dengan pelan dan sederhana.
semoga Semesta yang baik juga merangkul kalian dan minta dirangkul, ya.




Senin, 26 Juni 2017

Tentang Kesuksesan

Pemahaman dan kekaguman selalu sejalan dengan malam, itu yang saya simpulkan beberapa bulan terakhir ini. Beberapa bulan terakhir saya banyak mengalami kontemplasi sekaligus mendapat insights, termasuk ketika saya melihat teman-teman saya tumbuh, berkembang dengan cara mereka sendiri, membuat jalan untuk keluar dari masalah mereka sendiri, hingga sampai pada suatu kesuksesan.


Setiap manusia diciptakan dengan berbagai bekal: hobi, passion, kesempatan, belum lagi jika dikaitkan dengan kondisi finansial dan budaya, dan seterusnya, dan seterusnya. Dan saya takjub sekali, di usia saya yang 18 tahun ini, saya banyak melihat orang-orang hebat di sekeliling saya yang mulai merambah jalan untuk meraih mimpinya. Jalan mereka sangat berbeda-beda: ada teman saya yang sangat enjoy di bidang politik kampus. Ada yang enjoy membaktikan diri sebagai penulis cerpen. Ada yang menceburkan diri dalam model PBB dalam kancah internasional. Ada yang fokus teater. Apapun itu, mereka tampak sangat menikmati dan fokus dengan apa yang mereka kerjakan.


Saya selalu merasa terlahir dengan banyak passion dan kemampuan adalah sebuah anugerah. Anugerah ketika saya bisa menggunakannya untuk diri saya. Tapi, saya tidak mempertimbangkan hal lain. Banyaknya passion dan kemampuan saya telah membawa sedikit bencana untuk saya--yang plinplan bagaimana saya akan memfokuskan passion saya sejalan dengan cita-cita saya.


Saya pernah diberitahu seorang kawan saya yang bertutur seperti ini. "Kamu mau sampai kapan berjalan terus, Shab? Nyoba banyak hal. Nggak puas. Beralih ke hal lain. Gak pernah mendalami hal-hal khusus selama beberapa saat. Suatu hari kamu bakal menyadari, kamu emang dapet sesuatu. Tapi di sisi lain, kamu juga sadar, ada beberapa waktu yang gak kamu gunain maksimal untuk memfokuskan pada sesuatu."


Saya terdiam waktu itu. Kemudian beberapa hari terakhir ini, saya nge-trace back apa yang saya inginkan dari dulu. Dua hal yang saya inginkan di masa depan saya: menjadi guru dan menjadi penulis. Apa yang sudah saya lakukan? Saya belum pernah mengirimkan karya apapun ke media cetak. Saya hanya sebatas nulis blog dan fanfiction, kumpulan status yang menuai likes banyak tapi tentu, tiga hal ini bukanlah pertanda sebuah titel "penulis" saya sandang dengan mumpuni. Guru? Saya mengajar di Project Child dan FIB Mengajar. Tapi saya tidak maksimal di kedua hal itu tahun lalu, karena saya sibuk kepanitiaan.


Kalau saya bertanya kepada seseorang, satu kata yang melambangkan Shabia?

Artsy. Aneh. Antro.

Tapi saya tak pernah mendengar penulis atau guru. Padahal saya ingin kedua hal tersebut setidaknya ada di diri saya. Lalu apa hubungannya dengan kesuksesan? Karena bagi saya, kesuksesan pada akhirnya melabuh pada terkabulnya hasrat saya untuk menulis dan mengajar. Saya belum sukses. Masih jauh sekali. Tapi yang lebih buruk, saya juga belum mengarahkan jalan saya ke arah kesuksesan yang seperti itu. Saya malah melenceng ke seni dan event organizer. Sebenarnya tak apa, tapi mau sampai kapan?
.
.
.
Entah sejak kapan saya resah, tapi beberapa bulan yang lalu, saya kembali mengintip blog salah satu guru panutan saya, rosadahlia.blogspot.com. Kak Rosa, yang mengajar di Papua. Saya juga telah ke Gramedia hari ini, mengantongi buku Sokola Rimba dan saya berniat untuk menamatkannya.

Saya bertekad: tahun ini saya harus fokus pada dua hal. Nulis dan ngajar. Saya dengan sedih menolak beberapa tawaran yang sangat dilematis bagi saya. Dan saya berharap, dengan waktu saya yang lebih luang, saya bisa menamatkan novel saya yang stuck di bab dua, bisa mulai ngasih-ngasih tulisan saya ke beberapa media online, dan fokus mengajar di PCI dan FIB Mengajar!


Yah ... Bismillahirrahmanirrahim. Saya juga berharap kalian semua berhasil membuat jalan masing-masing untuk menggapai cita-cita, ya! :)


Senin, 12 Juni 2017

Tentang Pertemanan



sebagian dari "Budak Nakal"

surprise Shabia, 18 tahun, pasca-putus

Ciwi-ciwi Newsies + beberapa cowo
Graduation bersama Kakak-kakak Lelakiku

sebagian dari "Smiveshaby"
.
.
.
saya terlalu lama nulis hal-hal berbau soal cinta, sampe saya sendiri suka lupa saya ini anak gadis yang juga suka bersosialisasi, ketemu banyak orang, beberapa jadi kawan, dan kelak akan memaknai pertemanan serta persahabatan di sekeliling saya.

Sejujurnya, beberapa hari yang lalu saya pernah cukup putus asa menyadari saya benar-benar gak punya satu orang pun yang saya percayai untuk di-emotional bonding-in sampe ngejalanin sesuatunya hampir selalu sama dia, terus orang ini bakal jadi orang pertama yang tahu tentang kabar suka atau kabar duka dari saya.

Saya pernah loh bingung banget mau cerita saya patah hati banget soal cowok ke siapa, saya juga pernah bingung mau ngasihtau kabar gembira tentang tulisan saya ke siapa waktu itu. Agak aneh, karena dulu saya adalah orang yang langsung tau akan chat siapa kalau lagi suka dan duka.

Saya berpikiran untuk memetakan hubungan pertemanan saya: siapa yang benar-benar sahabat, siapa yang teman curhat, siapa yang teman asik, siapa yang teman biasa, teman satu circle, luar circle, tapi saya makin menyadari dengan ngeri: masa teman dikategorikan? emang relasi pertemanan itu bisa diteorikan, begitu? saya gak mau saya sampe seteknis itu. Saya masih percaya pertemanan itu pakai rasa, bukan logika.
.
.
.
Seiring saya tumbuh dewasa, saya pun juga semakin sadar bahwa suatu hubungan bisa dilandaskan sebagai hubungan persahabatan ketika kamu bisa melepas kecanggungan, tetap merasa intim secara kualitas, bukan kuantitas, dan yang terpenting: kamu punya rasa sayang yang cukup buat sahabatan sama nih orang.


Rasa sayang kepada sahabat itu bisa berbeda-beda.


Ada tipe sahabat di mana salah satu subjeknya ngasih perhatian 24/7 sama sahabatnya yang satu lagi. Ada yang kasih hadiah-hadiah kecil buat menyenangkan lawan sahabatnya. Ada yang selalu datang di momen-momen selebrasi: pas sahabatnya mau pergi ke luar negeri, pas sahabatnya sakit, pas sahabatnya tampil di panggung. Ada yang lebih ke kasih emotional support kapan pun itu, bisa via chat, via telpon, atau langsung... ada yang nemenin ngobrol sampe subuh dan gak ngerasa cukup. Banyak cara. Banyak ekspresi.


Tadinya, saya sendiri membandingkan persahabatan saya sendiri dengan sahabat-sahabat saya dan membandingkannya dengan tipe persahabatan saya dengan orang lain. Tapi saya sadar. Sahabat saya punya cara sendiri dan terbilang gak kelihatan untuk mengekspresikan rasa sayang sebagai sahabat kepada saya.


Saya punya sahabat yang ngasih kasih sayangnya dengan memberikan saya bunga ketika saya patah hati. Ada juga yang sering dateng ke kamar saya, kasih makanan. Ada yang ngasih support lewat chat, sering forward info-info penting soal mimpi saya. Ada yang sering bilang kangen. Ada yang suka muji tulisan saya dan keep in touch sama blog saya. Beda-beda. Satu hal yang pasti, ada beberapa perlakuan dari mereka yang selalu saya rasakan dalam hati, mereka sayang sama saya.


Jadi akhirnya saya tahu, seorang sahabat yang baik adalah seorang sahabat yang bisa mengekspresikan rasa sayangnya untuk cukup diketahui orang yang dia sayang, bahwa ia sayang sama orang ini.  Bukan diketahui, lebih tepatnya. Tetapi dirasa. Sekilas seorang sahabat yang nampar kamu tapi cuman biar kamu sadar kamu dipeduliin sama dia, rasa sayangnya pasti kerasa banget kan?


Ini pun sekaligus memberikan saran ke saya. Kelak saya lebih ingin jadi sahabat yang baik, at least gak perlu kasih 24/7 dalam waktu saya, tapi seminggu kencan ada lah 1-2 kali, bisa dengan makan bareng or hangout bareng. Saya juga pengen menggali mereka lebih dalam, mendengarkan cerita mereka lebih banyak lagi, masih berhubungan dengan post blog yang sebelumnya.


Karena kalau dipikir-pikir, saya termasuk tipikal orang yang rela kok ngebantuin sahabat saya kapanpun dibilangin, dan saya yang paling kepikiran kalo ada konflik sama sahabat-sahabat saya.


Saya sayang banget sama sahabat-sahabat saya,
dan berharap rasa sayang ini cukup terproyeksi supaya mereka betah berproses bersama saya.



Sabtu, 27 Mei 2017

Berkisahlah



Malam kemarin saya menemukan pencerahan di dalam kos teman lelaki saya yang berukuran 3 x 3 meter, di antara selongsong pai susu yang masa kadaluwarsanya hari ini, susu Greenfields yang langsung menghabiskan uang jajan saya hari itu, asbak yang terisi rokok, kopi instan, dan sisa-sisa cerita kami yang belum tuntas. Teman lelaki saya yang satu, Lutfi, masih bercerocos, dan diam-diam saya mencuri waktu untuk berpikir sejenak dari pencerahan yang tadi itu.


Saya menemukan jawaban dari kegelisahan yang akhir-akhir ini saya alami. Puji Tuhan saya tengah menjalani kehidupan yang biasa saja, yang tidak menyedihkan, masa-masa itu sudah lewat, tapi saya tengah muram karena hal-hal terjadi begitu cepat tanpa makna yang dalam. Orang-orang hanya lewat, peristiwa-peristiwa hanya terjadi dalam sekejap.


Lalu muncul pemikiran itu: sebab kamu tidak pernah meluangkan waktu untuk mendengarkan kisah dan berkisah, Shab. 


Pencerahan ini mungkin muncul karena obrolan saya dengan Lutfi dan Resqi malam kemarin, juga dari kencan saya dengan Nida, teman saya yang sebentar lagi akan terbang ke negeri apel untuk mengejar mimpi baru. Waktu yang berkualitas. Dengan kisah yang dipertukarkan. Serta emosi.


Lutfi selalu bercerita dengan mata berbinar. Ia jujur dalam emosi-emosinya. Yang mana, orang yang akan mendengarkan kisahnya pasti larut, ingin tahu lebih dalam. Dalam keseharian sebenarnya saya tak terlalu dekat dengan Mas Lutfi -- tapi malam itu ia berkisah banyak. Ajaibnya, sebuah kisah bisa mendekatkan rasa dan atensi. Demikian pula Resqi. Malam itu, ia juga mengungkap dirinya. Saya senang bisa mendengarkannya.


Dengan Nida, berbeda lagi. Kencan yang berdurasi empat jam memberikan kami waktu untuk bertukar cerita yang jarang kami kisahkan karena saya punya tendensi lama bales chat dan dia jadi males sama saya (hehehe). Kami ke Sade, lanjut ke Cemeti Art House, lanjut nongkrong di Six Senses, kemudian berlabuh di LAF Garden. Kisah kami banyak level-nya. Dari yang remeh sampai yang dalam. Saya mesti meralat sedikit. Apa yang saya bicarakan di sini bukan hanya kisah biasa belaka. Akan tetapi kisah yang berkualitas, deep conversation


Kemudian, muncul pencerahan lain. Saya sudah lama tidak pernah menggali orang untuk berkisah lebih lama, untuk berkisah lebih dalam. Alasannya ada dua, yang pertama, saya memang seklise itu untuk bilang saya gak punya waktu. Yang kedua, dulu pernah ada orang yang mencela saya, "Bi, kamu itu jangan terlalu ngorek-ngorek pribadi orang. Ada orang yang mau di-kepoin dan ada yang enggak." Saya yang masih bego dan suka menelan saran mentah-mentah langsung menerima saran itu dengan gamblang dan jadi jarang ngegali orang. Padahal kalau dipikir-pikir, dulu ada banyak orang yang dekat sama saya karena saya mengamati hal-hal kecil dari mereka, dan saya selalu dengan jujur ngomong ke orang terkait tentang hal kecil yang saya perhatikan itu. Misalkan, saya suka ngeliat temen saya nyelipin rambut ke belakang telinga kalo sedang gugup. Maka suatu hari saya iseng bilang, "Nan, kamu lucu ya, kalo gugup nyelipin rambut ke telinga. Padahal santai aja lho, suara kamu itu punya karisma buat didengerin orang."


Bikin orang dekat sama kita sebenarnya perkara gampang, tinggal tunjukkin kalau kamu cukup peduli untuk approach dia dan melihat hal-hal yang melebihi apa yang mereka tampakkan dalam tataran general. Saya udah lama gak melakukan hal ini. Sekarang saya jadi ngerti kenapa hubungan saya sama beberapa orang yang ada hanya terletak di tataran "biasa saja". Saya kurang membuat dan mendengarkan kisah yang berkualitas dan menggali mereka sebagai pribadi yang saya sayangi.


Mungkin perlahan, mulai dari sekarang, saya akan mencoba menggali kisah-kisah dari orang, melihat mata mereka berbinar, melihat emosi mereka terpampang di muka, menghabiskan waktu kencan dengan mereka....


Siapa pun itu.


P.S: serta jangan sungkan untuk berkisah sama saya, ya. Insya Allah saya dengerin :)

Rabu, 17 Mei 2017

malam ini, aku berpikir di atas ranjangku

aku pikir kita jadi tau setelah kita semakin dewasa
ada individu-individu yang perangainya tak bisa kita ubah
dan kita hanya bisa terima saja
dan percaya:
setiap orang mengekspresikan sukanya dengan berbagai cara,
setiap orang mengekspresikan dukanya dengan berbagai cara.
ada orang yang mengekspresikan cinta dengan suara lantang,
dan ada juga yang hanya diam, tapi tangannya terentang ...

Kamis, 27 April 2017

Berbicara yang Tabu

saban itu di jalan menuju kosanku yang melewati kosanmu, aku mendengar gaung tukang roti dari subuh menjelang pagi di kamarmu yang terkenang. gaung itu bergema persis di sampingku, dan tiba-tiba saja, aku teringat sebuah tema tentang sentuhan. atau hasrat? atau gairah? aku tak tahu, yang kutahu, aku sudah lama tidak memikirkan itu.


tidak seperti gadis-gadis atau lelaki lainnya, aku tidak bisa memuaskan diri sendiri. aku juga tidak bisa menyentuh tanpa afeksi. bagiku sentuhan itu satu konotasi dengan rasa sayang, dan beginilah aku: terjebak dalam prinsip dan rasa-ku sendiri, merindukan sentuhan, tapi sekaligus tak memiliki medium untuk melampiaskan. karena hingga detik ini, belum ada sosok yang pantas untuk kuraup dengan tangan.


tapi di malam yang cukup dingin ini, bolehkah aku mengandaikan? aku kira aku akhirnya tahu aku bukan merindukan sentuhan  yang seksual. aku lebih merindukan dua hal:

dipeluk dengan erat hingga berkas-berkas sinar mentari jatuh di atas ranjangku, --

-- dan kehadiran seseorang.

tapi bagaimana kalau tidak akan ada "seseorang"?

Senin, 24 April 2017

Kelak

kelak, beberapa tahun lagi, kau akan mengerti mengapa kau kehilangan.
mengapa kau harus mengisi ruang hatimu dengan dirimu seorang,
merawat luka-lukamu tanpa suara, seolah sakitnya memang telah mereda.

kelak, kau akan mengerti mengapa kamu hidup dengan keterbatasan,
bagaimana kau harus mendatangi kesempatan di saat kau melihat orang lain didatangi kesempatan, bagaimana kau harus menciptakan material untuk menuangkan idemu,
bagaimana kau banyak hidup dengan kata tidak tapi terlalu keras kepala untuk mewujudkan sebuah ya.

kelak, beberapa tahun lagi, kau akan mengerti mengapa hanya kamu yang terlalu berjerihpayah untuk membela, untuk memberi walau kau tahu orang-orang tak sebegitu peduli. bagaimana kadang kau memotivasi dirimu: aku bahagia, jika mereka bahagia, tapi kadang rasa untuk dibalas pastilah ada.

kelak, kau akan tahu mengapa kau lahir di keluarga yang tidak biasa. yang perseteruan hampir mengada dalam setiap malamnya. yang kekurangan pada setiap siangnya, bagaimana kau pernah berdoa kepada Tuhan, agar tidak terlahir dalam keluarga ini.

kelak, kau akan mengerti mengapa kau tidak pernah menyatu dengan sekelilingmu,
bagaimana kau memandang sorotan-sorotan rendah dari kelompok bermainmu,
bagaimana kau pernah merasakan ucapan-ucapan benci dari perkawananmu,
bagaimana seolah kau selalu dinomorduakan, dan melihat setiap orang telah berpasang kawan.


kelak, beberapa tahun lagi, kau akan memahami:
dengan kehilangan, aku mengerti konsep menjaga yang ada,
dengan keterbatasan, aku menumbuhkan kreativitas,
dengan berbuat baik, aku melekaskan takdir baik,
dengan keluarga yang serba kekurangan, aku belajar untuk berpegangan,
dengan ketidakcocokan, aku belajar untuk menjadi diri sendiri.


sebab kelak, beberapa tahun lagi,
kau akan memahami
bagaimana masa lalu menyirami akar-akarmu
hingga kau tumbuh dewasa
dan tak ada satu pun
yang mampu menggetarkan
eksistensi-mu di dunia

teman-teman, (dan diriku), jangan menyerah:
hidup sendiri adalah sebuah karunia.

Sabtu, 22 April 2017

//////////sun.

akhir-akhir ini aku jarang menulis. sebab aku sedang tidak tahu bagaimana aku akan menyuarakan kegelisahanku dalam kata-kata. di awal ini, aku bahkan berusaha tidak mereka-reka apa yang akan kutulis, apa yang akan sinron dengan judul post ini.

aku sedang tidak baik-baik saja. ya. lagi-lagi. sepertinya teori Roda Kehidupan memang benar adanya, karena kebahagiaan dan ketidakbahagiaan adalah sebuah siklus. Intinya, pada masa-masa seperti ini, kesedihan dan kekosongan bisa muncul di mana saja, kapan saja, dan yang kuinginkan hanya berkubang dalam rasa perlindungan, atau pelukan, tapi aku tak pernah tahu siapa yang akan rela melakukan itu -- untuk saat ini. maaf aku terlalu melankolis, tapi memang benar seperti itu adanya. hidupku sedang tidak ada pegangan. dan aku pun baru sadar, ya, aku memang sepencinta itu. mungkin ini sangat berhubungan dengan apa yang kurasakan sekarang, saat aku kehilangan beberapa hal, termasuk cinta, atau ay kita sederhanakan dengan bahasa yang lebih biasa: kasih sayang.

satu-satunya hal yang bisa menolongku saat ini adalah kesendirian dan hal-hal yang menyenangkanku dengan sederhana: sarapan dengan sereal, minum susu, minum kopi, melukis, menulis, menonton beberapa film ... tapi aku sadar, cepat atau lambat, kekosongan yang datang akan kembali meraja, tapi tak apa. saat semua keriwehan ini telah berakhir, aku akan berefleksi, dan semoga, semoga, semoga, matahari pagi yang sudah lama terbenam itu akan terbit kembali.



Sabtu, 01 April 2017

Untukmu: Si Ujung Spektrum

pada akhirnya aku berani menulis surat ini, karena ku tahu kesempatan agar surat ini dibaca olehmu sedikit sekali. aku merindukan kamu. akhir-akhir ini sering, sih, sebenarnya, tapi aku tak jujur saja -- dan tahukah kamu? aku hampir memimpikan kamu setiap malam. lucu, ya. padahal aku tidak pernah terlihat galau di setiap keseharian kita. aku tak mau sedihku tampak. tapi ternyata alam bawah sadarku berusaha menyeimbangkan kepura-puraanku. kamu muncul terus dalam bunga tidurku setiap malam, tuh. dan aku pernah bilang di post-post sebelumnya, aku sebenarnya agak membenci mimpi indah. karena begitu dihadapkan dengan kenyataan di mana keindahan tersebut bahkan tidak eksis, mimpi buruk yang sebenarnya justru menjelma.


aku tak pernah tahu mengapa rasa itu, hingga detik ini masih terpelihara. bahkan ketika aku melihat kamu semakin baik-baik saja (dengan keadaan ini). bahkan ketika kudengar kau sudah memiliki "target" yang lainnya. bahkan ketika kau juga semakin luwes-luwes saja bersentuhan denganku di depan umum, tanpa ada maksud khusus (dan aku tak tahu harus sedih karena kamu memperlakukanku sama dengan gadis lainnya atau harus senang karena kamu masih berani menyentuhku).


aku tak pernah mau jujur padamu, dan kau pun juga tak peduli kayaknya, tetapi, aku memang menaruh hati padamu sejak lama. sejak hatiku masih dimiliki orang lain, bahkan. tetapi memang rasa itu tak pernah kutengok, tak pernah kuseriuskan. baru ketika beberapa bulan lalu situasi itu berubah dan kesempatan itu ada, aku benar-benar jujur pada diriku sendiri dan aku tidak takut lagi mengumbar apa yang sudah tergambar. aku suka sosokmu yang sederhana. yang bisa menempatkan diri dengan leluasa. mungkin kalau aku boleh jujur, kamu adalah orang yang paling mendekati sosok lelaki yang kubayangkan di masa depan. wawasanmu luas, dan aku menemukan visi kita banyak yang sejalan. oleh sebab itu aku paham kita juga cocok sebagai teman, sahabat, atau istilah kedekatan apapun itu. aku suka caramu memandang suatu persoalan. dan bahkan, aku salut padamu ketika kamu berusaha untuk menyembunyikan masalah-masalahmu di balik matamu, di balik tawamu yang selalu ada di setiap keseharianmu (kamu memang humoris. dan lucu. dan menarik. ya ya ya. di surat ini aku akan banyak menyanjungmu.). dan mungkin, sisiku yang selalu mencoba altruis, tertarik dengan sebuah pertanyaan: apakah di balik kebahagiaanmu dan ke-publik-anmu (ya, kamu adalah orang yang sangat publik, kadang dimiliki bersama, orang suka tertipu dengan citramu yang "tersurat"), apakah kamu menyembunyikan sesuatu? apakah ada kesedihan di balik kebahagiaanmu? apakah kamu bahkan memiliki dirimu sendiri? karena aku percaya di dunia ini segala hal terlahir dengan keseimbangan. maka kau pun takkan benar-benar bahagia atau takkan pernah benar-benar sedih. sejujurnya, aku penasaran terhadap kisah-kisahmu. tetapi mungkin untuk saat ini, aku masih jauh sekali dari sana.


kamu lahir dari banyak warna. bukan lahir secara harfiah. lahir -- berproses -- tumbuh, dari berbagai warna. keluarga, pertemananmu, eh, kenapa kamu bisa menjadi seperti ini, ya? bahkan aku pun tak tahu.


ingin rasanya aku stop saja merasa-rasa seperti ini padamu, karena aku bahkan tidak punya jaminan kini kamu sudah benar-benar rampung pada rasa padaku dan telah melangkah lebih jauh. tapi aku tak bisa. atau belum. untuk saat ini, memang cuma ada kamu. dan memang hal-hal menjadi makin sulit ketika witing tresno jalaran suko kulino. aku terbiasa dengan sosokmu di setiap hariku. aku hampir melihatmu setiap saat, dan susah lho, untuk berpindah hati kalau situasinya seperti ini. aku ingin menagih janji kita untuk menjaga rasa ketika saban hari kita memutuskan belum saatnya bersama, tapi siapakah aku? bahkan aku juga ragu itu disebut janji, atau hanya ilusiku semata.


mungkin ... memang pribadimu adalah angin yang tak bisa diikat di suatu tempat. yang berputar-putar ke segala arah, mempelajari tekanan dan cuaca, mencari tempat terbaik untuk berpusar, dan ya sudah. aku mendukungmu kalau itu untuk hidupmu. dan aku hanya benar-benar berharap, untuk saat ini aku cukup puas untuk menjadi sahabatmu, dan aku mendoktrin diriku setiap harinya: kau sahabatku, kau sahabatku, aku peduli padamu, peduli sahabat, ... (tapi lalu ada rasa sayang itu).


intinya: ya, aku merindukan kita. tapi tak apa. ini hanya katarsis belaka. aku selalu mendoakanmu. semoga kamu bahagia. tapi kalau kamu bahagia karena sudah ada sosok lain, semoga aku kuat dan semoga aku masih bisa selalu mensugesti diriku untuk tetap padamu, karena hal itu, kan, yang paling pasti dari hubungan kita berdua? ("Aku akan selalu membutuhkanmu, Shab.")


Jangan lupa bahagia, akhir-akhir ini matamu sendu.
Salam sayang,
:))

Minggu, 05 Maret 2017

Sekelumit





tawamu saban malam masih membekas
dan semoga bekas bibirku
di pertengahan pelipismu, juga


sejak awal
kita pun sama-sama tahu
berjalan beriringan adalah sebuah kewajiban
tapi kita tak harus menggenggam
mengabadikan dalam langgam
dan terlampau tenggelam


nikmati saja; katamu
biarkan mengalir; kataku
cakap semalam mengakhiri, memang
tapi semoga kita sama-sama tahu
ada rasa yang perlu dipelihara
hingga tiba suatu kala
kau dan aku --
-- bersama.


sampai jumpa lagi untuk saat ini
Yogyakarta, 2017

Sabtu, 25 Februari 2017

Saya dan Yogyakarta


Pertama kali saya menginjakkan kaki di Jogja itu kapan, ya ... saya lupa, tetapi mungkin ketika saya berusia 8/9 tahunan. Di usia semuda itu saja mungkin saya sudah jatuh cinta sama Jogja dan hotel-hotelnya, sampe pikiran kanak-kanak saya berkata, "Waduh aku nanti mau buka hotel di sini! Hotel kecil, tiap kamarnya ada lukisan-lukisan dan karpet beludru!" (dulu saya suka banget sama karpet beludru).

Seiring kunjungan saya yang selanjut-selanjutnya ke Jogja, makin cinta lah saya sama kota ini. Gudeg-nya, orang-orangnya, tempat wisata-nya, aura-nya, suasananya, dan cerita-ceritanya. Saya mulai cari ada univ apa di sana pas SMP. Tapi, tetep aja, awal-awal masuk SMA dulu maunya ke UI, HEHEHE. Tapi beruntung pas Desember 2014, saya kembali ke Jogja menemani Mama yang ada tugas di sana, dan saya kembali menggenapkan tekad kuliah di sana, a p a l a g i, Antro terbagus (katanya) di UGM! Udah gitu jurusannya Antropologi Budaya, yang kedengaran lebih menarik dari Antropologi Sosial. Alhasil Tuhan baik, mungkin pada dasarnya jalan saya memang melewati Yogyakarta, dan saya lolos masuk Antro UGM! Hore :)

a. Jogja dan Perkembangan Saya

Ada beberapa teman saya yang gak cocok sama Jogja. Ada yang cocok dan lebih berkembang di sini daripada di kota asalnya. Apapun itu, proses suka dan tidak suka mereka pasti pernah bersentuhan dengan kecintaan. Ada yang cinta dulu baru lama-lama sebal dengan Jogja, dan ada yang sebal dulu lama-lama cinta. Saya tidak di keduanya. Saya cinta Jogja, sih dari dulu sampe sekarang, cuman kadang emang nyebelin aja Jogja tuh :p (tapi tetep, Jakarta places number one!)

Saya berkembang banget di Jogja. Apalagi dalam hal seni-seni dan budaya. Mungkin karena pada dasarnya kuliah saya yang sering praktik penelitian di dalam Kota Yogya, anak-anaknya yang sudah lebih akrab dari seni dan budaya jadi saya lebih punya banyak teman untuk diajak menikmati hidup. Ada banyaaaaak kesempatan yang bisa kamu ambil di Jogja, ada banyaaaaaaak cerita berkelindan dalam setiap sudut ruangnya, tapi ya kamu emang harus menciptakan pencarian atas cerita-cerita itu sendiri di Jogja :))


Galeri banyak. Makanan murah banyak. Tempat wisata banyak. Masalah banyak (jadi bisa didiskusiin). Di sini komunitas berbase hobi dan passion banyak banget. Dari mulai komunitas pasar sehat (ini saya seneng banget ke sini!), feminisme, zine, social and art, wuah! (pada dasarnya di semua kota ada, tapi peer group saya di Jogja emang dekat sama hal-hal itu.)

Salah satu Pasar Sehat, Pasar Sehat Sagan
Acarane akeh: Pameran di Ace House, Mangkuyudan
Acarane Akeh: Rubah di Selatan, band favorit q


Kebun Roti, kudapan yang hampir saya beli setiap minggu. Rotinya sehat,
fresh from the oven setiap harinya.



Ini salah satu rumah di Kampung Ketandan, yang dikenal sebagai perkampungan Tionghoa,
dipercantik menjelang Imlek.


Acarane Akeh: Pameran Museum Kolong Tangga tentang Boneka

Acarane Akeh: Pentas Boneka

Not included on my-most-likey beach, tapi intinya, di Jogja banyak bgt pantai cantik heu

Atraksinya gak habis di situ aja. Kalau teliti, ada batu-batu cantik.
Saya nemu cincin koral saya di sana. Hehe.

KAFE JOGJA JUGA PEWE BANGET EUY apalagi coffee shopnya.
Favorit saya setelah Kopi Ketjil, nih. Blanco Coffee YK, letaknya di dekat Tugu.

Klenteng Poncowinatan, gak sengaja saya temukan saat lagi nyervis hp di toko
yang terletak hanya 100 m di dekatnya.


b. Jogja dan #Punctum

Tapi lebih dari itu, Jogja bukan hanya menyapa passion dan lifestyle saya. Bukan hanya sekadar menyenangkan saya di permukaan. Jogja menyentuh saya lebih dalam dari itu. Saya tidak tahu mengapa dan bagaimana, sebenarnya ... tapi Jogja yang sederhana dan penuh hal-hal kecil selalu membuat saya betah.

Saya suka lampu Jogja yang warnanya kuning dan membuat jalan-jalan sempitnya terasa lebih lambat. Saya suka grafiti yang memadati gang-gang kecil, membuat seni bukan hanya dekat bagi kaum atas (seperti yang banyak ditemukan di ibukota), tetapi juga wong cilik. Saya suka malam yang merambati Jogja, bagaimana angkringan akan membuka lapaknya dengan riuhan percakapan. Bagaimana kebahagiaan bisa sesederhana tempe goreng tepung yang hampir gak bisa dipisahkan sama kudapan masyarakat Jogja. Bagaimana sisa-sisa kejayaan Mataram masih mengelilingi kotanya. Bagaimana orang-orang sini punya kekhasan sendiri. Bagaimana kultur Jawa masih menaungi babad Jogja.

Favorit saya adalah jalan-jalan sendiri ngelilingin Jogja, sebenarnya. Waktu itu pernah malam-malam dan rasanya damai sekali. Saya belum pernah nyoba jalan pagi-pagi dan inginnnn sekali. Salah satu momen yang juga membuat saya sayang sama Jogja adalah ketika Mas Wilis, salah satu senior saya, mengajak saya makan telur dadar di bawah Jembatan Lempuyangan.

telur dadar di dekat Jembatan Lempuyangan. Sayang gaada tempat duduk khusus yang ngeliat ke arah rel kereta api.
Di Jakarta, saya suka banget buka puasa di pinggir rel. Kurang lebih kayak gini lah rasanya.

Sawah di belakang rumah temen ibu saya yang waktu itu diinepin.
Indah banget. Jadi inspirasi saya buat bangun rumah suatu saat nanti:
kalo gak dikelilingin padang rumput, dikelilingin sawah. yey.

Bahkan Lempuyangan aja romantis :")

kedai kopi di Alun-Alun Selatan juga romantis :")

Main-mainlah ke Jogja. Telusuri saat-saat paling sepi: malam hari atau subuh hari. Kalau malam, bisa nemu kuliner yang menarik, dari mulai Tengkleng Gajah, Angkringan, sampai Gudeg. Kalau pagi, Gudeg juga ada. Tapi yang lebih penting, kalian pasti ngerasain aura ketentraman menguar dari sudut-sudut Jogja pada dua waktu yang syahdu tersebut. :)








Minggu, 12 Februari 2017

pertanyaan pertanyaan ini melesak di benakku


pernahkah kau mikir akan dirimu yang takkan  pernah menyayangi orang dengan sama seperti kaupernah menyayangi seseorang terus rasa sayang itu harus kandas dalam sebuah trauma, di masa lampau? pernahkah kau mikir orang lain itu juga akan berbalik melakukan hal yang sama ke dirimu, karena dulu ia juga pernah mengalami hal itu dengan gadisnya?


pernah merasa takut buat menyayangi? dan rasa takut untuk disayangi? pernah takut suatu hari nanti, karena keadaan hatimu yang seperti ini, konsep cinta sejati takkan kau temui karena sampai kapan pun, karena ada yang akan benar-benar membuka hati -- entah kau, atau siapapun yang terlibat denganmu?


saya pernah.
sekarang juga masih.

Rabu, 08 Februari 2017

Sebuah Percakapan 2

"Maka bila waktumu padaku hanya sejumlah langkah itu, aku berdoa semoga dalam setiap langkah perjalanan kita berdua adalah pembelajaran."

Sebuah Percakapan

"Tuhan, bila aku jatuh cinta terhadap orang yang benar, jatuh kan lah aku sejatuh-jatuhnya."

Selasa, 24 Januari 2017

Pada Bantal di Malam Itu


malam ini
kutinggalkan sebaris puisi
pada bantalmu
sebelum kau lelap

sebab aku biasa mendengar dengkurmu
melalui dinding-dinding yang keropos
desahmu, penuh gelisah, air mata yang hening
disusul suara seprai yang kusut masai
karena mimpi buruk itu tak pernah ada yang usai

maka adakah kau temukan
sebaris puisi
pada bantalmu, sebelum kau lelap?

ah, tapi semestinya tak kuharap tinggi-tinggi
kau dan aku pun sadari
bukan aku, atau puisiku
yang kau inginkan
lelap pada bantalmu
yang merindukan sosok lain:
gema masa lalu

Minggu, 22 Januari 2017

Proyek #KhataminJakarta Part 2


HALO! KAPAN SAYA TERAKHIR NGEPOST POSTAN GAK GALAU? HEHEHEHEHE senang sekali kembali menulis catatan perjalanan, ombak-ombak senewen dan putus cinta telah lewat teman-teman, dan mumpung belum menyapu kembali yuk mari ikut saya nge-review beberapa tempat asyique yang jadi persinggahan saya dalam #KhataminJakarta kali ini. Lha, tulisannya udah macem presenter My Trip My Adventure aja yah.

Okay, jadi #KhataminJakarta saya kali ini seperti biasa diwarnai oleh kunjungan ke galeri-galeri di Jakarta, ka re na lagi banyak pameran! Untungnya, ada satu wisata produktif ke Glodok, agak melenceng dari rencana saya yang mau pelesir ke Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pasar Baru. Tapi ndak apa-apa. Saya pun pada liburan ini memang jadi rada mageran dan mentingin ketemu konco-konco saya, bukan halan-halan.


Catatan Perjalanan kali ini mungkin akan singkat, karena seiring bertumbuhnya saya, saya makin mager nulis panjang-panjang. Saya makin paham kalau yang ngetik capek, yang baca juga capek. Ayo  lanjo0t.


1. RUCI's Joint / RUCI Art Space
(saya mau rambling dulu: saya agak sedih nulis proyek Khatamin Jakarta ini. Analisanya tidak menyeluruh karena ketika datang waktunya mevet mevet terus jadi maaf kalau kurang data, ya, teman-teman. Sing penting nulis, sek.)

berjudul "Tough Romance"

RUCI's Joint adalah sebuah joint atau tempat dengan kolektif ruang fungsional yang berlokasi di sebuah gedung di Jalan Suryo Blok S No. 49, Rawa Barat, Kebayoran Baru. UNTUK MENCAPAINYA! Silakan lewat rute Kemang mengarah ke Blok S, tapi jangan kaget, depan Ruci jalannya macet banget bro. Kalau gak tahan mending parkir di daerah Suryo 46 Coffee House, atau Ciniru, terus jalan kaki ke arah galerinya.

Saya sih langsung senang sama lokasinya. Karena Ruci Art Space berada di lantai dua, otomatis kami harus ngelewatin lantai satu dulu, di mana ada warung kopi Tuku. Ugh, harum kopi langsung menguar, dan kalau saya tidak teringat 80 ribu yang baru saja melayang hari sebelumnya karena pajak POND*K IN*DA M*LL sangat la keterlaluan, saya pasti sudah nyangsang di sana, nyesap kopi, karena katanya Kopi Gula Merah-nya Tuku emang enak. Hari itu, saya membuat mental note untuk nyobain ngopi di sini pas balik bulan depan.

Kembali ke tujuan awal, sebenarnya Smita yang pertama kali ajak ke Ruci, karena temannya merekomendasikan pameran yang tengah berlangsung. Saya juga sekali melihat upload-an salah seorang teman yang berkunjung ke Ruci dan buah karyanya memang (terlihat) bagus (kala itu). Alhasil saya, Brigitta, Smita, dan Shelly yang baru saja sleepover langsung berwisata ke sana.

Pameran yang tengah on-showing kala itu berjudul Tough Romance, karya Natisa Jones. Terdengar seperti seniman luar, tapi dia ini orang Indonesia, kok! (baru-baru ini saya baru tahu Natisa juga submit untuk pameran Bali Contemporary Art di LAF Garden Jogja). Di sini saya akan berbaik hati melampirkan secuplik tema besarnya:

"Tough romance refers to Natisa Jones's multifaceted relationship between the conscious self, external influences, and the inner child ..."

Melalui penjelasan ini, kita sedikit bisa menangkap bahwa "romance" yang dimaksud Natisa adalah diri anak-anak dalam diri kita yang seiring bertumbuh, harus berbentrokkan dengan dunia luar; "realita" yang keras; yang menghancurkan romantisme children-self itu sendiri. Di artwork-nya kita juga akan menemukan self-dialog figur-figur di dalam lukisan yang terlihat sedang contemplating things, kata-kata pertanyaan dan pernyataan yang pudar. Saya menangkap ciri khas Natisa tersemat pada  garis-garis linear yang tidak beraturan, tabrakan warna yang kuat, figur sureal, dan tulisan-tulisan pergulatan batin tadi.

sebuah lukisan karya Natisa

Brigitta berpose di depan kedua lukisan yang ada


Nah, menurut opini saya *ehem ehem* ada tiga artwork yang punctum studium-nya mengena untuk saya, yang pertama adalah All The Girls, kedua adalah sebuah gabungan lukisan dan display barang-barang Natisa yang telah di-"senifikasi" sedemikian rupa, dan ketiga, lukisan serial di bagian tengah ruang pameran.

All The Girls, beside me

zoom (up)

most favorite artwork #2

most favorite artwork #1

Intinya, sukak deh sama pamerannya Natisa. Gaya menggambarnya khas banget, gak bisa dibilang beraturan tapi ya gitu lah ya, seni kan bukan soal keteraturan (ya ela sok ngerti banget gue). Kalau untuk bangunannya sendiri, saya suka RUCI's Joint! (terlepas dari lokasinya yang di tengah-tengah kemacetan, yaa... ) S o a l n y a, di bawah ada kafe dengan interior yang unik dan adem, di galerinya, pencahayaan cukup bagus, sinar matahari masuk dengan leluasa ke sini. Mungkin kalau bertandang lain kali, kudu bawa kocek yang lebih mumpuni untuk mampir di Tuku.

2. #proyekbukumonyet Goes to Glodok!

Nah kalau yang ini ...

... impromptu sekali, saudara-saudara, percayalah. Awalnya, berangkat dari keinginan saya ke daerah Pecinan Jakarta karena tergiur sebuah page tentang Petak Sembilan dalam katalog sebuah maskapai penerbangan. Saya pun meniatkan ke Glodok, lalu ngajak Smita dan Wicak. Eh, yang satu gak bisa mendadak di hari itu dan satu lagi kesiangan bangun. Heu.

Akhirnya, saya malah ke Glodok sama Eston, sahabat semasa kecil saya yang baru muncul di idup saya lagi sekitar setaun yang lalu. HAHA. Emang kita aneh ...


Kemudian, berbekal kenekatan, berangkatlah kami berdua ke Glodok, naik motornya Eston! HEHEHE, pegel deh pantat saya. Tapi malah jadi asyik karena akhirnya bisa liat Jakarta lagi dengan terpapar angin kotanya langsung. Kami sampai di Glodok sekitar sebelum zuhur, dan begitu memasuki jalanan Petak Sembilan, langsung deh, situasi padat merayap. Di sana-sini banyak masyarakat berwajah Tionghoa yang sibuk lalu-lalang, berbelanja, atau sekadar berjalan.

PADAT MERAYAAAP

Suasana diwarnai merah, emas, dan kuning, menandakan Imlek akan berlangsung sebentar lagi. Perlengkapan Imlek seperti amplop angpao, koin emas yang besar, lampion-lampion merah, dus-dus berisi kue-kue dan permen khas Imlek bergelantungan di etalase. Ternyata hal-hal yang diulas di halaman jalan-jalan itu benar: bahwa kita akan banyak menangkap percakapan dilontarkan dalam bahasa Mandarin antara penjual dan pembeli. Sesekali, saya juga bisa menyium bau hio yang samar-samar (soalnya banyak orang di Glodok, jadi baunya kalah sama bau terik panas dan bau acem. Hiy!)

lamp (ion)

kuy dibeleee dibeleee

Bernuansa merah, emas, dan kuning. Ini amplop angpao, kan?

Masih merah, kuning, dan emas: cemilan.


Petak Sembilan menarik sekali, terutama toko-tokonya. Saya masih bisa melihat toko-toko yang selain  ditulis dalam huruf kanji Cina selain ditulis dalam huruf Latin. Nama toko-tokonya juga bernuansa Tiongkok. Bahkan Rumah Makan Padang Sepakat (namanya lucu hehehe) yang ngelayanin juga Kokoh Kokoh :))

salah satu plang toko obat
 Paling banyak berjejer di Petak Sembilan tak lain dan tak bukan adalah toko obat. Sayang sekali waktu itu saya dilanda kemageran untuk mengunjungi tokonya satu per satu, ngulik apa saja yang dijual dan nanya-nanya ke penjualnya. Katanya, sih, di dalam toko-toko ini kita juga akan menjumpai obat-obatan Cina, sebut saja yang paling terkenal arak Cina yang sakti bin mandraguna (teman saya pernah keseleo lalu digosok dengan arak itu langsung CLING, udah bisa jalan 15 menit kemudian. Mantap.) Selain toko-toko barang-barang imlek, toko obat, di sini juga banyak dijumpai toko dan etalase pinggir jalan yang menjual manisan. Semuanya disimpan dalam toples dengan isi yang berwarna-warni. Dari mulai permen (permen pedas, permen jeruk, permen susu kelinci yang bungkusnya bisa dimakan), coklat (coklat koin, coklat payung, coklat batang), kacang-kacangan (kacang mede, kacang biasa, kacang pedas), sumpia, abon, bahkan agar-agar yang bentuknya setengah bola. Hehehehe bikin lidah tergiur, euy. Andai saya membawa duit lebih banyak. Aduh, maaf banget ya teman-teman, waktu ke sini saya lagi mager banget, jadinya gak nanya-nanya ke penjualnya hal-hal bersifat antropologis tentang manisan ini. :( heu...

warna-warni sekali, ya!
(....... bikin diabetes, euy)

toko-toko di Pinggir Glodok

Dari Petak Sembilan, kami berbelok ke Gang Gloria. LANGSUNG DEH, semerbak bau mie, gorengan, bumbu, rempah-rempah, langsung menerabas indra penciuman saya. Enak sekaligus pengap (soalnya asep-asep makanan pada tabrakan di gang kecil tsb). Gang Gloria memang terkenal karena kuliner khas Chinese yang nyaris memenuhi toko-toko di pinggir gang. Jangan tanya saya soal babi, ya, soalnya kalau di tempat kayak gini saya udah pasrah gak cari-cari lagi soal kemurnian rasa HEHE. Ditambah, si Eston segitu parnonya sampe gamau makan di sini (NIH CONTOH KENAPA SAYA LEBIH SUKA JALAN-JALAN SENDIRI KE SUATU TEMPAT) jadinya saya gak bisa memberikan opini apa-apa soal rasa:( Saya penasaran pengen minum kopi di Kopi Es Tak Kie dan makan soto betawi di Soto Betawi A Fung. NAMUN, karena Eston parno tadi dan naasnya Tak Kie lagi tutup sementara A-Fung lagi penuh, saya gagal makan apapun di Gang Gloriaaaaaa:" #mewek

Soto Betawi A Fung, popularitasnya sudah tersohor.
salah satu penjaja makanan di Gang Gloria (eh, ibunya senyum...)

pengamen nih, kreatif ya, nuansa Chinesenya ttp ada:B

Untunglah, kami terselamatkan es potong yang juga ramai memenuhi setapak-setapak di Petak Sembilan. Untuk mencegah mood saya terjun bebas, saya dan Eston ngemil es krim seharga Rp 5.000,00 sembari berjalan ke parkiran. Ternyata asik, lho. Temen-temen harus jajal juga jalan-jalan di Glodok sambil ngemil es potong. Kata abangnya es potong juga laku banyak, apalagi pas dia diundang ke acara SMA di bilangan Jakarta Selatan *abangnya jadi curhat*. Gak perlu khawatir, ada rasa kacang ijo, kacang merah, coklat dan stroberi sebagai pilihan es potong ini.

mamam es potong. #haloEston

ini katanya kopinya juga enak :)

Dari Glodok menuju Kota Tua, di koridor depan ruko-ruko kita
akan menjumpai komunitas-komunitas pelukis.

malah sempet nyasar ke kantor pos di daerah Kota Tua, beli perangko, harganya 5ribu - 10ribu.
huwala huwala!


Meskipun kami gak sempat hunting kelenteng dan tidak mencicipi kuliner kecuali es potong (yang sebenarnya juga eksis di kawasan Kota Tua serta Jakarta bagian lain jadi sudah mainstream), saya rasa saya cukup puas ke sini. Tapi cukup jadi mental note aja, saya kudu balik ke sini buat nanya-nanya penjual dan orang-orang biar beneran jadi #proyekbukumonyet, serta membawa kocek berlebih untuk makan dengan lahap di Gang Gloria. Ada yang mau nemenin? HEHEHE.

3. Gudang Sarinah Ekosistem

Sebenarnya ini kali kedua saya berkunjung ke sini. Pertama kalinya saya ke Gudang Sarinah itu untuk ke acara Garage Sale-nya Ruru. HHE.

ini dia penampakan Gudang Sarinah Ekosistem beserta instalasi-instalasi di dalamnya

Dulu saya pernah punya hipotesis lokasi-lokasi pertunjukan musik atau pameran seni dewasa ini mulai menggunakan lokasi-lokasi alternatif atau bersejarah, sebut saja acara musik di Lokananta, Solo saban hari, dan Jakarta Biennale yang dilakukan di Gudang Sarinah setahun yang lalu. Gudang Sarinah dulunya adalah tempat penyimpanan bagi barang-barang koleksi Mal Sarinah, sebelum di-take over sama Ruru untuk dikembangkan sebagai tempat kreatif untuk ber-"pengalaman kesenian". Acara Ruang Rupa juga banyak yang digelar di sini, secara pengelolanya adalah Ade Darmawan, sang kreator Ruru sendiri.

Untuk mencapai Gudang Sarinah Ekosistem, sebenarnya agak ribet, karena teman-teman harus masuk-masuk ke dalam gang-gang Pangadegan Timur terlebih dahulu. Gudang Sarinah ini terletak di Jalan Pancoran Timur II No. 4 Jakarta Selatan. Kalau saya yang mengambil arah Jati Padang tinggal lewat Jl. Raya Pasar Minggu lalu melalui TMP Kalibata, sehabis itu cari Jalan Pancoran Timur dan sesudahnya pakai maps.

Okay, balik lagi, kali ini pameran yang digelar di Gudang Sarinah bertajuk "Sindikat Campursari (Mashup Syndicate)". Saya pertama kali liat posternya di Instagram, habis di-mention sama Ivan yang pada akhirnya malah nggak ikut pergi ke sana. Alhasil, baru Jumat 22 Januari lalu, saya, Smita, Tata, dan Vero mengunjungi eksibisi (sekaligus workshop namun sayangnya gak dihela pas kami ke sana) ini. Sindikat Campursari diselenggarakan oleh The Japan Foundation Asia Center, di mana partisipannya berasal dari berbagai latar belakang dalam penciptaan dan kolaborasi karya. Oleh karena itu proyek ini dianalogikan sebagai Campursari.

Kami sampai jam 11.00, makan siang terlebih dahulu (mie ayamnya recommended, sempatkan makan di sana, yha), kemudian baru deh masuk pas pintu besinya dibuka (hehehe kami pengunjung pertama, lho, hari itu).

Smita berpose di poster pameran yang dilukiskan ke dinding depan

Kalau saya sih gak nyesel! Emang pada dasarnya saya suka space alternatif, apalagi ini bentuknya gudang, jadi lantai semen dan langit-langit yang tinggi menurut saya malah menambah kesan industrial bagi pameran yang sedang berlangsung (jadi inget perhelatan tarinya Sardono Kusumo yang gak saya liat di Pabrik Colomadu, mungkin situasinya mirip-mirip kali ya.). Mungkin kedatangan kita jatuh di hari yang kurang, sehingga kita tidak bisa maksimal menikmati karya. Soalnya, karya Buka Warung yang berbentuk instalasi hanya bisa di-"jajal" ketika weekend.

Memasuki Gudang Sarinah, kita akan register di front desk pamerannya seperti biasa. Sticker dan brosur pun dikasih. Semuanya free alias gratis dan terbuka untuk umum, namanya juga pameran seni. Baru registrasi saja perhatian saya sudah tersita ke instalasi yang menggunakan banyak pasir di tengah-tengah gudang (/ruang pameran). Kemudian, jika mata teman-teman langsung terarah ke samping front desk, akan ada semacam photobooth beserta keranjang berisi pakaian, dan toples-toples duit.

"Ini apa Mas?" tanya saya waktu itu.
"Instalasi, Mbak. Karyanya Buka Warung. Itu ada di brosurnya," jawab mas-nya, dan di brosur tertulis Pijat Enaque, instalasi tato tempel, kepang, dan foto cantik. "Tapi cuman bisa pas weekend."

Yaaaah kecewa, deh. Padahal instalasi Buka Warung ini lucu kayaknya. Sedikit mengingatkan saya akan instalasi Pemurnian Seni pas Jakarta Biennale (temen2 Jogja pasti tau, deh.) yang mengombinasikan partisipasi dan eksperimentasi seni dalam menghidupkan sebuah makna. Kalau dari penjelasan saya teman-teman bisa nangkep gak? Tak lain dan tak bukan, instalasi yang dihadirkan Buka Warung adalah atraksi yang akan teman-teman dapati di banyak pantai wisata. Setelah itu, kami berjalan ke instalasi lain.

Ubur-uburnya juga salah satu karya seniman, lho. Tapi saya agak lupa maknanya apa :))

Pijat Enaque, kalo pas weekend beneran dipijat lho! (ket: ini di luar boks)

Pijat Enaque! (ini di dalam box)

sandy, sandy


Ada tiga karya yang paling saya suka dari pameran Sindikat Campursari ini. Yang pertama, tentu saja instalasinya Buka Warung (meskipun gak bisa kita pergunakan secara maksimal hari itu, heu.), Kedua Menukar Ingatannya Erika Ernawan, yang berkonsentrasi pada gelas sebagai wadah dari emosi dan memori yang tercermin pada air di dalamnya. Konsepnya lucu sekali, kita diajak untuk meninggalkan barang kenangan dan menukarnya dengan meminum air dan membawa pulang gelas yang sudah kosong.  dan yang ketiga, saya jujur lupa namanya, tapi instalasi juga (ada di foto ketiga dan keempat setelah paragraf ini). Seingat saya, sang seniman mengumpulkan material-material yang dihancurkannya dari bangunan-bangunan yang telah digusur kemudian dijadikan bahan untuk melukis anak-anak. Saya sendiri menghayati hal ini sebagai proses rekonstruksi pembangunan, bukan melalui konstruk bangunan, tapi kreativitas anak-anak. Semua karya kesukaan ini maknanya dalam, saya suka. Kemudian, setelah puas melihat-lihat, kami pun pulang. Mas-mas front desk mencegat kami dulu dan memberikan bungkusan coklat berupa koran dari Japan Foundation dan katalog pameran. Senang selika~

Dan j a n g a n l u p a untuk kepoin @gudangsarinah di Instagram buat melihat acara apa yang diselenggarakan di sana, ATAU +ruangrupa jakarta, juga di Instagram.

"Menukar Ingatan"

tuh, liat gak barang hasil barternya?


beda warna, beda cerita, beda perjuangan, beda titik keringat sebelanga, beda rasa ...

Tata, berkontemplasi.


ayo main prosotan di pinggir pantai,
TIATI Pagar Makan Tanaman!

Lanjutan karya rekonstruksi pasir: kreativitas anak-anak

Favorit ke #4, "Cur" hasil dari tangan seniman Vietnam

Vietnam, identik dengan kopi bukan?
Instalasi ini bercerita tentang perjalanan secangkir kopi yang melalui proses yang berbeda-beda, ada yang masih ditumbuk, digrind secara manual, bahkan ada mesin grind yang sudah modern.

Ni dia!
Sayang sekali saya gak sempat ngebrew kopi sendiri :"


Sayang deh sama Gudang Sarinah. Apalagi tempatnya gak terlalu jauh dari rumah. Denger-denger, pas Holymarket-nya RuRu, salah satu kios cukil bilang sama saya mau buka kelas di Gudang Sarinah, tapi kok saya gak liat ya kemarin-kemarin? Berharap sekali Gudang Sarinah benar-benar bisa digubah menjadi sebuah wahana kreatif untuk seniman dan penikmat seni, semakin mewadahi dan bisa dinikmati. Cheers!

Hayo
Smita dimana
Shabia dimana
Tata dimana
Vero dimana


HUFT, okay, jadi saya rasa cukup segitu dulu, yha. Bisa mati jari saya disuruh lari-lari mulu. Sebenarnya sehabis ketiga tempat ini, saya pun masih jalan-jalan ke Galeri Nasional buat ngeliat Pameran Ways of Clay, tapi saya males ngetik HYEHYEHYEHYE, kalau niat saya terkumpul mungkin akan saya buat tulisan tentang pameran itu. Tapi sekarang cukup segini dulu, ya?


Ok, baiklah, semoga tulisan #KhataminJakarta ini bisa jadi inspirasi jalan-jalan temen-temen semua, selamat berlibur :)