Sabtu, 25 Februari 2017

Saya dan Yogyakarta


Pertama kali saya menginjakkan kaki di Jogja itu kapan, ya ... saya lupa, tetapi mungkin ketika saya berusia 8/9 tahunan. Di usia semuda itu saja mungkin saya sudah jatuh cinta sama Jogja dan hotel-hotelnya, sampe pikiran kanak-kanak saya berkata, "Waduh aku nanti mau buka hotel di sini! Hotel kecil, tiap kamarnya ada lukisan-lukisan dan karpet beludru!" (dulu saya suka banget sama karpet beludru).

Seiring kunjungan saya yang selanjut-selanjutnya ke Jogja, makin cinta lah saya sama kota ini. Gudeg-nya, orang-orangnya, tempat wisata-nya, aura-nya, suasananya, dan cerita-ceritanya. Saya mulai cari ada univ apa di sana pas SMP. Tapi, tetep aja, awal-awal masuk SMA dulu maunya ke UI, HEHEHE. Tapi beruntung pas Desember 2014, saya kembali ke Jogja menemani Mama yang ada tugas di sana, dan saya kembali menggenapkan tekad kuliah di sana, a p a l a g i, Antro terbagus (katanya) di UGM! Udah gitu jurusannya Antropologi Budaya, yang kedengaran lebih menarik dari Antropologi Sosial. Alhasil Tuhan baik, mungkin pada dasarnya jalan saya memang melewati Yogyakarta, dan saya lolos masuk Antro UGM! Hore :)

a. Jogja dan Perkembangan Saya

Ada beberapa teman saya yang gak cocok sama Jogja. Ada yang cocok dan lebih berkembang di sini daripada di kota asalnya. Apapun itu, proses suka dan tidak suka mereka pasti pernah bersentuhan dengan kecintaan. Ada yang cinta dulu baru lama-lama sebal dengan Jogja, dan ada yang sebal dulu lama-lama cinta. Saya tidak di keduanya. Saya cinta Jogja, sih dari dulu sampe sekarang, cuman kadang emang nyebelin aja Jogja tuh :p (tapi tetep, Jakarta places number one!)

Saya berkembang banget di Jogja. Apalagi dalam hal seni-seni dan budaya. Mungkin karena pada dasarnya kuliah saya yang sering praktik penelitian di dalam Kota Yogya, anak-anaknya yang sudah lebih akrab dari seni dan budaya jadi saya lebih punya banyak teman untuk diajak menikmati hidup. Ada banyaaaaak kesempatan yang bisa kamu ambil di Jogja, ada banyaaaaaaak cerita berkelindan dalam setiap sudut ruangnya, tapi ya kamu emang harus menciptakan pencarian atas cerita-cerita itu sendiri di Jogja :))


Galeri banyak. Makanan murah banyak. Tempat wisata banyak. Masalah banyak (jadi bisa didiskusiin). Di sini komunitas berbase hobi dan passion banyak banget. Dari mulai komunitas pasar sehat (ini saya seneng banget ke sini!), feminisme, zine, social and art, wuah! (pada dasarnya di semua kota ada, tapi peer group saya di Jogja emang dekat sama hal-hal itu.)

Salah satu Pasar Sehat, Pasar Sehat Sagan
Acarane akeh: Pameran di Ace House, Mangkuyudan
Acarane Akeh: Rubah di Selatan, band favorit q


Kebun Roti, kudapan yang hampir saya beli setiap minggu. Rotinya sehat,
fresh from the oven setiap harinya.



Ini salah satu rumah di Kampung Ketandan, yang dikenal sebagai perkampungan Tionghoa,
dipercantik menjelang Imlek.


Acarane Akeh: Pameran Museum Kolong Tangga tentang Boneka

Acarane Akeh: Pentas Boneka

Not included on my-most-likey beach, tapi intinya, di Jogja banyak bgt pantai cantik heu

Atraksinya gak habis di situ aja. Kalau teliti, ada batu-batu cantik.
Saya nemu cincin koral saya di sana. Hehe.

KAFE JOGJA JUGA PEWE BANGET EUY apalagi coffee shopnya.
Favorit saya setelah Kopi Ketjil, nih. Blanco Coffee YK, letaknya di dekat Tugu.

Klenteng Poncowinatan, gak sengaja saya temukan saat lagi nyervis hp di toko
yang terletak hanya 100 m di dekatnya.


b. Jogja dan #Punctum

Tapi lebih dari itu, Jogja bukan hanya menyapa passion dan lifestyle saya. Bukan hanya sekadar menyenangkan saya di permukaan. Jogja menyentuh saya lebih dalam dari itu. Saya tidak tahu mengapa dan bagaimana, sebenarnya ... tapi Jogja yang sederhana dan penuh hal-hal kecil selalu membuat saya betah.

Saya suka lampu Jogja yang warnanya kuning dan membuat jalan-jalan sempitnya terasa lebih lambat. Saya suka grafiti yang memadati gang-gang kecil, membuat seni bukan hanya dekat bagi kaum atas (seperti yang banyak ditemukan di ibukota), tetapi juga wong cilik. Saya suka malam yang merambati Jogja, bagaimana angkringan akan membuka lapaknya dengan riuhan percakapan. Bagaimana kebahagiaan bisa sesederhana tempe goreng tepung yang hampir gak bisa dipisahkan sama kudapan masyarakat Jogja. Bagaimana sisa-sisa kejayaan Mataram masih mengelilingi kotanya. Bagaimana orang-orang sini punya kekhasan sendiri. Bagaimana kultur Jawa masih menaungi babad Jogja.

Favorit saya adalah jalan-jalan sendiri ngelilingin Jogja, sebenarnya. Waktu itu pernah malam-malam dan rasanya damai sekali. Saya belum pernah nyoba jalan pagi-pagi dan inginnnn sekali. Salah satu momen yang juga membuat saya sayang sama Jogja adalah ketika Mas Wilis, salah satu senior saya, mengajak saya makan telur dadar di bawah Jembatan Lempuyangan.

telur dadar di dekat Jembatan Lempuyangan. Sayang gaada tempat duduk khusus yang ngeliat ke arah rel kereta api.
Di Jakarta, saya suka banget buka puasa di pinggir rel. Kurang lebih kayak gini lah rasanya.

Sawah di belakang rumah temen ibu saya yang waktu itu diinepin.
Indah banget. Jadi inspirasi saya buat bangun rumah suatu saat nanti:
kalo gak dikelilingin padang rumput, dikelilingin sawah. yey.

Bahkan Lempuyangan aja romantis :")

kedai kopi di Alun-Alun Selatan juga romantis :")

Main-mainlah ke Jogja. Telusuri saat-saat paling sepi: malam hari atau subuh hari. Kalau malam, bisa nemu kuliner yang menarik, dari mulai Tengkleng Gajah, Angkringan, sampai Gudeg. Kalau pagi, Gudeg juga ada. Tapi yang lebih penting, kalian pasti ngerasain aura ketentraman menguar dari sudut-sudut Jogja pada dua waktu yang syahdu tersebut. :)








Minggu, 12 Februari 2017

pertanyaan pertanyaan ini melesak di benakku


pernahkah kau mikir akan dirimu yang takkan  pernah menyayangi orang dengan sama seperti kaupernah menyayangi seseorang terus rasa sayang itu harus kandas dalam sebuah trauma, di masa lampau? pernahkah kau mikir orang lain itu juga akan berbalik melakukan hal yang sama ke dirimu, karena dulu ia juga pernah mengalami hal itu dengan gadisnya?


pernah merasa takut buat menyayangi? dan rasa takut untuk disayangi? pernah takut suatu hari nanti, karena keadaan hatimu yang seperti ini, konsep cinta sejati takkan kau temui karena sampai kapan pun, karena ada yang akan benar-benar membuka hati -- entah kau, atau siapapun yang terlibat denganmu?


saya pernah.
sekarang juga masih.

Rabu, 08 Februari 2017

Sebuah Percakapan 2

"Maka bila waktumu padaku hanya sejumlah langkah itu, aku berdoa semoga dalam setiap langkah perjalanan kita berdua adalah pembelajaran."

Sebuah Percakapan

"Tuhan, bila aku jatuh cinta terhadap orang yang benar, jatuh kan lah aku sejatuh-jatuhnya."