Kamis, 27 April 2017

Berbicara yang Tabu

saban itu di jalan menuju kosanku yang melewati kosanmu, aku mendengar gaung tukang roti dari subuh menjelang pagi di kamarmu yang terkenang. gaung itu bergema persis di sampingku, dan tiba-tiba saja, aku teringat sebuah tema tentang sentuhan. atau hasrat? atau gairah? aku tak tahu, yang kutahu, aku sudah lama tidak memikirkan itu.


tidak seperti gadis-gadis atau lelaki lainnya, aku tidak bisa memuaskan diri sendiri. aku juga tidak bisa menyentuh tanpa afeksi. bagiku sentuhan itu satu konotasi dengan rasa sayang, dan beginilah aku: terjebak dalam prinsip dan rasa-ku sendiri, merindukan sentuhan, tapi sekaligus tak memiliki medium untuk melampiaskan. karena hingga detik ini, belum ada sosok yang pantas untuk kuraup dengan tangan.


tapi di malam yang cukup dingin ini, bolehkah aku mengandaikan? aku kira aku akhirnya tahu aku bukan merindukan sentuhan  yang seksual. aku lebih merindukan dua hal:

dipeluk dengan erat hingga berkas-berkas sinar mentari jatuh di atas ranjangku, --

-- dan kehadiran seseorang.

tapi bagaimana kalau tidak akan ada "seseorang"?

Senin, 24 April 2017

Kelak

kelak, beberapa tahun lagi, kau akan mengerti mengapa kau kehilangan.
mengapa kau harus mengisi ruang hatimu dengan dirimu seorang,
merawat luka-lukamu tanpa suara, seolah sakitnya memang telah mereda.

kelak, kau akan mengerti mengapa kamu hidup dengan keterbatasan,
bagaimana kau harus mendatangi kesempatan di saat kau melihat orang lain didatangi kesempatan, bagaimana kau harus menciptakan material untuk menuangkan idemu,
bagaimana kau banyak hidup dengan kata tidak tapi terlalu keras kepala untuk mewujudkan sebuah ya.

kelak, beberapa tahun lagi, kau akan mengerti mengapa hanya kamu yang terlalu berjerihpayah untuk membela, untuk memberi walau kau tahu orang-orang tak sebegitu peduli. bagaimana kadang kau memotivasi dirimu: aku bahagia, jika mereka bahagia, tapi kadang rasa untuk dibalas pastilah ada.

kelak, kau akan tahu mengapa kau lahir di keluarga yang tidak biasa. yang perseteruan hampir mengada dalam setiap malamnya. yang kekurangan pada setiap siangnya, bagaimana kau pernah berdoa kepada Tuhan, agar tidak terlahir dalam keluarga ini.

kelak, kau akan mengerti mengapa kau tidak pernah menyatu dengan sekelilingmu,
bagaimana kau memandang sorotan-sorotan rendah dari kelompok bermainmu,
bagaimana kau pernah merasakan ucapan-ucapan benci dari perkawananmu,
bagaimana seolah kau selalu dinomorduakan, dan melihat setiap orang telah berpasang kawan.


kelak, beberapa tahun lagi, kau akan memahami:
dengan kehilangan, aku mengerti konsep menjaga yang ada,
dengan keterbatasan, aku menumbuhkan kreativitas,
dengan berbuat baik, aku melekaskan takdir baik,
dengan keluarga yang serba kekurangan, aku belajar untuk berpegangan,
dengan ketidakcocokan, aku belajar untuk menjadi diri sendiri.


sebab kelak, beberapa tahun lagi,
kau akan memahami
bagaimana masa lalu menyirami akar-akarmu
hingga kau tumbuh dewasa
dan tak ada satu pun
yang mampu menggetarkan
eksistensi-mu di dunia

teman-teman, (dan diriku), jangan menyerah:
hidup sendiri adalah sebuah karunia.

Sabtu, 22 April 2017

//////////sun.

akhir-akhir ini aku jarang menulis. sebab aku sedang tidak tahu bagaimana aku akan menyuarakan kegelisahanku dalam kata-kata. di awal ini, aku bahkan berusaha tidak mereka-reka apa yang akan kutulis, apa yang akan sinron dengan judul post ini.

aku sedang tidak baik-baik saja. ya. lagi-lagi. sepertinya teori Roda Kehidupan memang benar adanya, karena kebahagiaan dan ketidakbahagiaan adalah sebuah siklus. Intinya, pada masa-masa seperti ini, kesedihan dan kekosongan bisa muncul di mana saja, kapan saja, dan yang kuinginkan hanya berkubang dalam rasa perlindungan, atau pelukan, tapi aku tak pernah tahu siapa yang akan rela melakukan itu -- untuk saat ini. maaf aku terlalu melankolis, tapi memang benar seperti itu adanya. hidupku sedang tidak ada pegangan. dan aku pun baru sadar, ya, aku memang sepencinta itu. mungkin ini sangat berhubungan dengan apa yang kurasakan sekarang, saat aku kehilangan beberapa hal, termasuk cinta, atau ay kita sederhanakan dengan bahasa yang lebih biasa: kasih sayang.

satu-satunya hal yang bisa menolongku saat ini adalah kesendirian dan hal-hal yang menyenangkanku dengan sederhana: sarapan dengan sereal, minum susu, minum kopi, melukis, menulis, menonton beberapa film ... tapi aku sadar, cepat atau lambat, kekosongan yang datang akan kembali meraja, tapi tak apa. saat semua keriwehan ini telah berakhir, aku akan berefleksi, dan semoga, semoga, semoga, matahari pagi yang sudah lama terbenam itu akan terbit kembali.



Sabtu, 01 April 2017

Untukmu: Si Ujung Spektrum

pada akhirnya aku berani menulis surat ini, karena ku tahu kesempatan agar surat ini dibaca olehmu sedikit sekali. aku merindukan kamu. akhir-akhir ini sering, sih, sebenarnya, tapi aku tak jujur saja -- dan tahukah kamu? aku hampir memimpikan kamu setiap malam. lucu, ya. padahal aku tidak pernah terlihat galau di setiap keseharian kita. aku tak mau sedihku tampak. tapi ternyata alam bawah sadarku berusaha menyeimbangkan kepura-puraanku. kamu muncul terus dalam bunga tidurku setiap malam, tuh. dan aku pernah bilang di post-post sebelumnya, aku sebenarnya agak membenci mimpi indah. karena begitu dihadapkan dengan kenyataan di mana keindahan tersebut bahkan tidak eksis, mimpi buruk yang sebenarnya justru menjelma.


aku tak pernah tahu mengapa rasa itu, hingga detik ini masih terpelihara. bahkan ketika aku melihat kamu semakin baik-baik saja (dengan keadaan ini). bahkan ketika kudengar kau sudah memiliki "target" yang lainnya. bahkan ketika kau juga semakin luwes-luwes saja bersentuhan denganku di depan umum, tanpa ada maksud khusus (dan aku tak tahu harus sedih karena kamu memperlakukanku sama dengan gadis lainnya atau harus senang karena kamu masih berani menyentuhku).


aku tak pernah mau jujur padamu, dan kau pun juga tak peduli kayaknya, tetapi, aku memang menaruh hati padamu sejak lama. sejak hatiku masih dimiliki orang lain, bahkan. tetapi memang rasa itu tak pernah kutengok, tak pernah kuseriuskan. baru ketika beberapa bulan lalu situasi itu berubah dan kesempatan itu ada, aku benar-benar jujur pada diriku sendiri dan aku tidak takut lagi mengumbar apa yang sudah tergambar. aku suka sosokmu yang sederhana. yang bisa menempatkan diri dengan leluasa. mungkin kalau aku boleh jujur, kamu adalah orang yang paling mendekati sosok lelaki yang kubayangkan di masa depan. wawasanmu luas, dan aku menemukan visi kita banyak yang sejalan. oleh sebab itu aku paham kita juga cocok sebagai teman, sahabat, atau istilah kedekatan apapun itu. aku suka caramu memandang suatu persoalan. dan bahkan, aku salut padamu ketika kamu berusaha untuk menyembunyikan masalah-masalahmu di balik matamu, di balik tawamu yang selalu ada di setiap keseharianmu (kamu memang humoris. dan lucu. dan menarik. ya ya ya. di surat ini aku akan banyak menyanjungmu.). dan mungkin, sisiku yang selalu mencoba altruis, tertarik dengan sebuah pertanyaan: apakah di balik kebahagiaanmu dan ke-publik-anmu (ya, kamu adalah orang yang sangat publik, kadang dimiliki bersama, orang suka tertipu dengan citramu yang "tersurat"), apakah kamu menyembunyikan sesuatu? apakah ada kesedihan di balik kebahagiaanmu? apakah kamu bahkan memiliki dirimu sendiri? karena aku percaya di dunia ini segala hal terlahir dengan keseimbangan. maka kau pun takkan benar-benar bahagia atau takkan pernah benar-benar sedih. sejujurnya, aku penasaran terhadap kisah-kisahmu. tetapi mungkin untuk saat ini, aku masih jauh sekali dari sana.


kamu lahir dari banyak warna. bukan lahir secara harfiah. lahir -- berproses -- tumbuh, dari berbagai warna. keluarga, pertemananmu, eh, kenapa kamu bisa menjadi seperti ini, ya? bahkan aku pun tak tahu.


ingin rasanya aku stop saja merasa-rasa seperti ini padamu, karena aku bahkan tidak punya jaminan kini kamu sudah benar-benar rampung pada rasa padaku dan telah melangkah lebih jauh. tapi aku tak bisa. atau belum. untuk saat ini, memang cuma ada kamu. dan memang hal-hal menjadi makin sulit ketika witing tresno jalaran suko kulino. aku terbiasa dengan sosokmu di setiap hariku. aku hampir melihatmu setiap saat, dan susah lho, untuk berpindah hati kalau situasinya seperti ini. aku ingin menagih janji kita untuk menjaga rasa ketika saban hari kita memutuskan belum saatnya bersama, tapi siapakah aku? bahkan aku juga ragu itu disebut janji, atau hanya ilusiku semata.


mungkin ... memang pribadimu adalah angin yang tak bisa diikat di suatu tempat. yang berputar-putar ke segala arah, mempelajari tekanan dan cuaca, mencari tempat terbaik untuk berpusar, dan ya sudah. aku mendukungmu kalau itu untuk hidupmu. dan aku hanya benar-benar berharap, untuk saat ini aku cukup puas untuk menjadi sahabatmu, dan aku mendoktrin diriku setiap harinya: kau sahabatku, kau sahabatku, aku peduli padamu, peduli sahabat, ... (tapi lalu ada rasa sayang itu).


intinya: ya, aku merindukan kita. tapi tak apa. ini hanya katarsis belaka. aku selalu mendoakanmu. semoga kamu bahagia. tapi kalau kamu bahagia karena sudah ada sosok lain, semoga aku kuat dan semoga aku masih bisa selalu mensugesti diriku untuk tetap padamu, karena hal itu, kan, yang paling pasti dari hubungan kita berdua? ("Aku akan selalu membutuhkanmu, Shab.")


Jangan lupa bahagia, akhir-akhir ini matamu sendu.
Salam sayang,
:))