cr: Samarel |
Sungguh aneh seorang perempuan itu: ia mengingat
bagaimana dulu ia merasakan empati atas Ibunya yang terpaksa merenggut cinta
bayinya yang tulus pada rahim dengan mengeluarkannya ke dunia, membuat liangnya tercabik, dan kini, saat
bayi itu tumbuh menjadi perempuan dewasa yang matang pada raganya, saat lelaki
itu dengan sempurna mengisi lembabnya, memenuhi liang-liangnya yang selama ini
hampa, kemudian membasahinya dengan jutaan sel serupa kecebong yang akan
berjibaku pada rahimnya—hatinya meminta agar lelaki itu tidak merenggut
gemasnya pada rahim yang akan mengulang kisah ibunya. Ia ingin lelaki itu senantiasa di sana, karena rahim mengingat. Rahim tak berkhianat. Sekali
ia tercabik, maka ia akan menyimpan dalam memori. Dan sesederhana itu, begitu
lah perempuan itu akan merasa penuh, penuh yang bukan orgasme melainkan yang suci, dan mulailah ia menangis—ia
mengerti percintaan ini akan habis dan lelaki itu akan menyudahi persetubuhan
mereka.