“Dia cerah, seperti
sebuah mega.”
Gadis itu mengernyitkan
dahinya ketika mendengar ia memuji seorang perempuan lain yang ada dalam potret di
ponselnya. Perempuan yang ia sebut "mega" itu bersurai hitam, bermanik coklat muda, sedang tertawa lebar
dan dikelilingi teman-temannya yang tenar.
“Sementara aku bintang
katai yang telah lama mati.”
Ganti lelaki itu yang
mengerenyit. “Tidak,” bantahnya.
“Lalu? Lalu apa?”
“Kamu ...”
Gadis itu diam menanti.
“Kamu mentari pagi,”
katanya dalam sebuah bisik. “Kamu ialah cahaya yang muncul di waktu fajar,
membangunkan makhluk fana dari mimpinya yang kadang kelewat batas, membawa
sebuah letupan: ‘BANGUN! Dan realisasikan mimpi-mimpimu!’.”
Senyuman kecil terbit
ketika gadis itu menyelipkan rambutnya yang jatuh ke sisi kanan.
Lelaki itu menambahkan
lembut, “Kamu adalah cahaya pengampunan yang memberkas di sisi kasurku setiap
pagi.”
Maka lelaki itu
menggeliat sementara gadis itu menyibak gorden, kemudian rebahlah mereka;
saling berpelukan; dalam diam; menikmati hening; lanskap subuh yang agung baru
saja menyingsing dari jendela kamar tempat mereka tidur bersama.
"kalau kamu mentari pagi, aku ini apa?" "kamu embun pagi." |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar