Ada beberapa kecemasan yang
merundungku dalam beberapa hari belakangan ini.
Pertama, aku mulai membuat karya
untuk dirimu. Aku menulis tentang kamu, menggambar dirimu dalam sudut-sudut
buku tulis yang kutahu takkan dilihat siapapun, aku menyunting fotomu di
aplikasi pemercantik foto di ponselku, dan aku menulis prosa ini untukmu.
Kedua, aku mulai menyadari
hal-hal kecil tentangmu yang bagi orang terdengar remeh, tetapi bagiku tidak. Aku
samar-samar bisa mengingat baumu. Bau tak bisa diingat, tapi seringkali ketika
aku sedang melaju di tempat-tempat yang tak kusangka, ada kombinasi atmosfer
yang bertabrakan dan menghadirkan imaji tentang dirimu. Kamu bau sabun,
laundry, dan sesuatu yang seperti kayu—bau tentang higienitas dan elemen yang
membumi. Selain itu, aku mulai menyadari kamu menyimpan memori dengan baik. Kamu
merawat barang-barang dengan baik. Aku pikir kamu suka keteraturan, tapi ternyata
kamu lebih suka sebuah kelanggengan. Kamu senang mewadahi orang-orang dengan
sebuah kenyamanan, karena nyaman bagi dirimu adalah nyaman bagi orang lain. Kamu
mendengarkan lagu hingga pagi hari. Bangun di awal pagi untuk mematikan lampu
(dan buang air kecil). Kalau kamu tidur kamu akan melakukan gerakan-gerakan halus
seperti orang yang terkejut, dan semoga ini bukan karena fisikmu mengandung
banyak pikiran yang tak terkatakan dalam keseharianmu. Kamu kadang mengikat
emosimu dalam-dalam karena kamu tampaknya takut, kalau merebak, ini akan jadi
sesuatu yang tak bisa kamu kendalikan dan kamu tak suka keadaan yang liar jikalau
berkaitan dengan dirimu. Kamu tak konsentrasi pada dua jam setelah kamu bangun pagi, kamu tak menyenangkan jika diajak mengobrol pada pukul satu hingga tiga siang.
Kamu hapal pengorganisasian barang-barangmu, bahkan barang orang lain. Kamu adalah akademisi yang artinya kamu pemerhati yang memakai logika, tapi jauh di dalam, kamu membalurkan hatimu dalam segala kegiatan yang kamu lakukan.
Kamu hapal pengorganisasian barang-barangmu, bahkan barang orang lain. Kamu adalah akademisi yang artinya kamu pemerhati yang memakai logika, tapi jauh di dalam, kamu membalurkan hatimu dalam segala kegiatan yang kamu lakukan.
Ketiga, tampaknya aku sayang
kamu, dan bagiku ini paling berat. Ketika aku sayang dengan seseorang, dua hal
di atas akan menjadi penanda aku telah memasuki fase melihatnya dengan cara yang
berbeda. Aku akan mulai menginternalisasikan dirinya ke dalam rutinitas dan
pandangan-pandanganku akan masa depan, dan kerapuhanku akan mulai jadi milik
bersama. Altruisme-ku akan muncul ke permukaan, dan tanpa bermaksud menghamba,
aku akan menaikkan posisi seseorang ini di beberapa poin teratas skala prioritas.
Ini berbahaya sekali, apalagi kalau ternyata, seseorang yang kuinternalisasikan
ini hanya melihatku sebagai pengisi waktu luang yang tak benar-benar ia pedulikan.
--
Jadi, dengan membawa tiga
kecemasan ini, aku berdoa semoga poin yang ketiga takkan merusak banyak hal.
Semoga karya dan pengetahuan akan dirimu dapat menjadi elemen penguat untuk
menghargai kehadiranmu. Dan jika aku tersesat dalam hal-hal yang mirip dengan
kata "beban", semoga aku ingat bahwa tujuan awalku menemanimu adalah untuk
mendampingimu berjalan entah ke mana, sampai kalau tiba di persimpangan, aku
dapat dengan lega melepasmu dan demikian sebaliknya, karena toh kita sudah
berjalan bersama sejak lama, meski pada jalan yang ini, Tuhan mengizinkan kita
bergandengan dan bertalian sedikit lebih dalam.
--
Salam sayang dan selamat tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar