Dearest visitors who
really excited to take some photos at Galeri Nasional, could I throw something
to your face or hit your camera with a heavy thing?
Oke, saya gak se hardcore
itu. But still, I feel my exasperated running through my vein lagi pas
nulis ini, mengingat pengalaman saya beberapa hari yang lalu yang diganggu sama
anak-anak eek yang demen foto-foto di musiyum.
Jadi, beberapa hari yang lalu, saya iseng ngunjungin Galeri
Nasional lagi. Saya pernah bilang di Art Report saya tentang Aku Diponegoro
yang saya belom post ke blog ini, bahwa Gal-Nas tidak seperawan dulu lagi.
Maksud saya, sekarang sudah diminati banyak pengunjung. Oke, saya senang.
Artinya sekarang museum memiliki daya tarik yang magnetis bagi khalayak. Namun,
kebahagiaan saya berujung ke kejengkelan, karena eh karena SEBAGIAN BESAR
PENGUNJUNG NGUNJUNGIN GALNAS CUMAN UNTUK FOTO-FOTO HITS.
Saya waktu itu ke pameran lukisan India. Saya lagi ngamatin
karya, eh muncul suara-suara. Tadinya pelan, terus tambah keras, tambah keras,
berdengung, tambah banyak, eh bahkan sampe teriak (!!?!!!?!), saya iseng nengok
ternyata mereka lagi……
Foto-foto.
Dalam jumlah rombongan.
Ya udah saya iseng saya matiin lampu ruang pamer. Eh
dijudesin.
Dan sebenarnya ini tidak terjadi sekali saja. Rata-rata pengunjung
dengan “kategori” seperti ini berisik, bersuara toa, banyak omong, berfoto
dalam rombongan, ngalangin saya dan beberapa teman buat melihat barang yang
dipajang, dan berisik—oke, tadi udah disebut ya? Tapi mereka memang berisik
banget, dan itu masalahnya :))
Hm, no offense,
saya gak pernah bilang foto-foto di dalam museum itu sesuatu yang tabu, kok.
Saya pun selalu menyempatkan foto di salah satu barang pamer, atau minimal foto
karya-nya. Beberapa barang yang dipamerkan memang selalu jadi spot foto menarik
yang perlu kita jadikan objek estetis komparatif di foto kita. Tapi, coy,
berfoto-foto di museum kan tetap ada etikanyaaa??
Pertama, mengutip dari KBBI:
“Museum adalah institusi permanen, nirlaba,
melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha
pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda
nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan , dan kesenangan.”
Oke, katakanlah Galeri
Nasional bukanlah museum. Tapi, sebagian besar barang yang dipamerkan di Galeri
Nasional adalah barang-barang pameran dan karya seni dan koleksi dari suatu
lembaga yang mirip museum. Intinya, mengandung sesuatu untuk dipelajari. Dan
memang, museum ada untuk memuaskan hasrat akan edukasi.
JADI, GAIIISSS, plis. Bagi teman-teman
yang suka mengunjungi Galeri Nasional atau museum atau tempat pameran dan
galeri seni lainnya untuk berfoto-foto, jangan datang ke museum deh. Minimal,
bisa kan, selipin secuil tekad ke hati kalian buat belajar sesuatu? Sebelum
berfoto-foto, coba deh tengok sebentar apa makna barang koleksi yang ini, apa
pesan terselubung karya pamer yang itu, terus baru foto-foto. Karena yang
pertama, kalian menghargai tujuan dari
pameran, bahkan seniman yang memamerkan barang koleksinya. Yang kedua,
dengan kayak gitu, kalian membawa pulang
ilmu baru, bukan hanya foto baru yang bisa dipajang di medsos.
Plus, kalaupun memang pengen
foto-foto, usahakanlah jangan mengganggu pengunjung lain yang memang bertujuan
untuk melihat pameran dalam rangka memuaskan keingintahuan mereka akan karya
seni dan ilmu pengetahuan. Jangan
berisik. Jangan memblok pandangan orang yang sedang mengamati karya yang
dipamerkan. Usahakan jangan foto pake flash. Kalau datang dalam jumlah
rombongan, pilih waktu yang sepi, jadi orang-orang gak perlu risih minggir oleh
jumlah kalian. Ketahuilah teman-teman, untuk menelaah karya seni,
dibutuhkan semacam ketenangan biar bisa mencerna, dan mendapatkan estetika-nya.
Jadi, tolong hargai.
Saya jadi kangen Galeri
Nasional yang dulu, yang sepi, yang dingin, dimana saya bisa eksplorasi
sepuasnya tanpa ada ketawa cekikikan atau “ulangin dong fotonya” atau “ihh gue
masih kurang cantik” dll. Kesel gak sih lagi berusaha menemukan makna dari
gambar tentang perbudakan, udah hampir nemu artinya secara keseluruhan,
tiba-tiba buyar semua gara-gara ada suara cukup keras dan manja, “IHHH ULANGIN
LAGI DONGGG, TADI GAK KECE POSE GUE” ya ampun… rasanya itu…
Maaf untuk memakai Galeri
Nasional sebagai contoh, tapi karena saya sudah merasa Galeri Nasional sebagai
rumah saya karena saya sering ke sini dan pamerannya selalu bagus-bagus, plus
Galnas jauh dari rumah asli saya di Jakarta Selatan, saya merasa empet banget
kalo gak bisa nikmatin pameran secara optimal karena pengunjung penggila foto
yang kurang beretika, seperti contoh di paragraf lima.
ini aja gue take di TIM dan waktu itu gaada pengunjung sama sekali. |
Jadi, siapa yang ngelarang
foto-foto di galeri seni atau museum? Cuman ingat, sebelum foto, apa makna
museum dan pameran sebenarnya, dan sadarlah bahwa ada pengunjung lain yang
datang bukan untuk menikmati foto kalian, tapi pamerannya :) #saveRuangPublik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar