Kamis, 06 Agustus 2015

It's Okay To Be A Versatile Misfit

Kertas Kosong

Padaku ada sebuah kertas kosong
Yang padanya tak lagi menjelma kata atau tanda
Hanya putih, putih, putih, dengan bekas yang pudar
Pernah ada padanya penolakan dan derita

Padaku ada sebuah kertas kosong
Yang hampir letih menguntai makna
Telah digunjingkannya sebuah cela
Yang dikatakan di belakang dan yang di muka

Padaku ada sebuah kertas kosong
Bukan hanya ada sunyi melompong
Sudah ditunggunya pembaca
Yang setia memahaminya

13.55 // Jurnal Janterahasia
- Jangan berhenti berharap -
(dikutip dari jurnal puisi saya)

Memijak Bumi

Memijak bumi nampaknya opsi yang paling hakiki
Kala langit terlalu tinggi untuk dijunjung
dan bintang jatuh bagai puing-puing

Mungkin di bumi ada semacam penghiburan
di bumi langit terasa seperti kubah yang penuh janji-janji
Diam tak geming; menyatu bersama konstelasi
dan kita tak perlu tinggi untuk meraih -- hanya untuk terhempas
kita hanya perlu merekamnya dalam benak
dan memijak bumi.

11.20 // 20 Juni 2015
(dikutip dari jurnal puisi saya)

It's okay to being alone.
Kedua puisi yang saya kutip tadi, tak lain dan tak bukan adalah sebuah manifestasi dari rasa minder tiada ujung dan kesepian yang kadang mendera. Kenapa bisa begitu? Saya tidak tahu. Saya ini melankolia ulung. Tetes hujan, jika jatuh di saat yang tepat dapat turut mengundang air mata saya.

Well, saya gak tau harus mulai dari mana... but I will try to make this simple to explain. Honestly, terkadang saya merasa sepi. dan bodoh. Saya merasa terperangkap sama jiwa saya sendiri, entah karena saya terlalu tertinggal dengan intelektual dan kapabilitas yang manusia-manusia lain punya, atau saya punya semacam ketidakmampuan untuk mengutarakan apa yang saya pikirkan, bagaimana saya berfilosofi soal hal-hal dalam hidup ini, dan analisa saya pada suatu kondisi.

Saya sering liat ask.fm, dan blog orang. How people interact with global/universal issues and try to speak their minds through their words. How they look as a smartass by putting the theories and thesis and any cool stuffs as their resource. Ada yang pernah berkoar-koar dengan bahasa tinggi dan memadukan Freud, Koentjaraningrat, lalu Sartre. Ada lagi yang mengutip tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. Melihat hal ini, saya pun menjadi merenung. Saya pernah ada di titik di mana saya ngerasa sepinter mereka, saat saya masih antusias untuk bersikap kritis, memberontak, filosofis, dan terus bertanyaaaaa tanpa kenal lelah.

Tapi, bagian dari saya itu hilang. I no longer could speak through verbal words. Apa yang mau saya ungkapkan, mandek. Saya jadi gak bisa debat. Mungkin kurang pengetahuan, atau hanya semacam perasaan ngga enak buat membantah orang lain. Lalu saya kembali merasa bego. Dan bego. Dan begooo...

Oke, yha, terus, apa kaitannya sama kesepian ya? Hehe, kesepian bisa datang dari mana saja. Karena tidak terbiasa untuk mengungkapkan apa yang saya pikirkan lagi dan mengajak teman-teman untuk berdebat, saya jadi agak menarik diri dan berkonsentrasi untuk menjadi lebih sederhana. Tapi pemikiran tumpul tersebut ternyata malah membawa saya pada rasa kesepian dan debil itu.

Lalu, beberapa bulan yang lalu saya mulai menyadari ketertinggalan saya. Saya mencoba membaca buku. Tentang Tan Malaka. Tentang Gestapu. Saya juga mulai membaca National Geographic, intinya mengekspansi intelektual saya apapun itu ranahnya. Saya mencoba untuk menghidupkan kembali intelektual saya. Tapi emang ada beberapa hal yang susah sekali diubah. Saya tetap memiliki hambatan untuk speak out my minds and my thoughts, and i feel less creative too. Saya masih ngerasa sedih, kenapa saya gak bisa kayak dulu: kritis, kreatif, antusias.

Lalu saya melihat ada beberapa orang yang menulis di blognya bahwa mereka punya hambatan seperti saya. Cannot speak in a verbal language. People could not understand what they are trying to say while they can explain it specifically too. Dan saya ngerasa lega........ ternyata saya gak sendirian.

Jadi, saya pun mikir. Pasti ada cara untuk lebih berbicara. Dan salah satu blog tadi menyarankan untuk berbicara melalui tulisan dan gambar, dan saya sadar. Saya sudah di jalan yang benar.

Tiba-tiba, saya merasa sudah tidak terlalu sendiri.

Saya masih harus berekspansi, tapi--

bukan berarti saya menyerah atas diri sendiri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar