Jumat, 29 Oktober 2021

edan

hidup apa yang hanya berjalan, menjalani, tanpa henti, tanpa duduk sejenak dan saling berefleksi? memeriksa kondisi masing-masing dan menetapi jalan panjang yang telah sama-sama dilalui. berusaha untuk mengungkit hal-hal yang tidak membuat nyaman tapi bisa tetap membicarakannya tanpa mengorbankan satu atau dua perasaan. tidak sering mengutarakan bahwa "ini cara mainku" atau "ini cara mainmu", tapi apa yang mau dipertemukan di tengah dan apa yang kira-kira membuat pemberian dan mendapatkan adil dan setara. berusaha mendefinisikan satu sama lain bukan hanya sebatas via medium semu yang hanya memeriksa kabar satu sama lain, tetapi sekali-sekali mengeksplorasi afeksi. tidak banyak menciptakan batas, alih-alih merasa bangga dengan satu sama lain, menunjukkan kasih di antara dengan kentara, bukan hanya pada dinding-dinding kosong yang menaungi jalinan tubuh dalam percintaan tetapi juga pada sosok-sosok fana di luar sana.

.

.

.

.

mungkin pernah memadu kasih bersama pujangga membuatku mematok standar begitu tinggi soal afeksi dan kasih di antara dua orang, dan ditempa untuk me-rasa oleh ibu yang lapang dada telah mewujudkanku sebagai seseorang yang begitu menggebu-gebu soal hati. ini belum lagi latar belakangku sebagai anak semata wayang yang selalu punya satu cinta yang tak terbagi. atau mungkin hingga saat ini aku masih merasa bahwa aku pantas memperoleh seseorang yang lebih lagi, di saat aku tahu apakah akan ada perasaan seperti itu, ketika seorang manusia akan terus menginginkan sesuatu yang melampaui apa yang ia miliki. tapi benarkah akan selalu begitu? lalu mengapa ada orang yang sampai pada wahyu soal "ini dia", "kamu lah satu-satunya", "mari menahbiskan hidup bersama", dan "kita jalani dalam duka dan lara"? apakah takdir? apakah hal-hal yang lebih berdasar pada rasionalitas, seperti usia yang terlalu tua dan tuntutan keluarga? apakah hasrat ingin melegalkan bersenggama? 

pertanyaan-pertanyaan ini akan terus menghantuiku, entah sampai kapan, entah akan permanen, entah akan temporer, entah hanya akan terbenam dan menyeruak di waktu-waktu tertentu atau selalu ada di sana tapi tak pernah memprovokasiku lama-lama. mundur ke bayang-bayang dan menatapku. 

.

.

.

.

.

.

.

tak tahu