Sabtu, 30 Mei 2015

Proyek #KhataminJakarta Part I


Hai. Halo. hehe. #canggung

Fuah, setelah sekian lama gak nulis catper, padahal pas turun dari Papandayan nulis catper uhuk dan karena entri ini santai, saya  memutuskan buat kembali melaporkan catper seni-seni saya, dan pake gue-lo ya. Karena isinya bukan renungan :p

Jadi, di sini gue mau melaporkan (azik) pengalaman gue, tepatnya pada hari Selasa, 26 Mei kemarin. Gue mengunjungi Museum Layang-Layang dan Museum Basoeki Abdullah sebagai bagian dari proyek #KhataminJakarta gue. Plus, kedua museum ini emang cukup deket dari rumah gue, yeay!

Tapi, sebelum itu, marilah gue kenalkan kalian sama proyek kece kurang kerjaan tapi murah meriah ini, yaitu:


Oke, ehm, gini--sombong dikit boleh, ya? Jadi ketika pengumuman SNMPTN lalu, Alhamdulillah gue menerima kabar baik. Gue keterima jurusan yang sangat gue idamkan di universitas yang gue idamkan juga, dan gue sangat senang karenanya. Tapi mari kita gak ngomongin soal itu karena gue akan mesem-mesem gak jelas, tapi mari fokus ke kenapa gue bisa nyiptain proyek ini.

Khatam, seperti namanya, adalah tamat. Khatamin berarti menamatkan, itu semacam bahasa kewl-nya gitu deh. NAH, karena gue akan move ke Jogja (aminnn, Insya Allah) gue memutuskan akan meninggalkan kota gue tercinta ini dengan mengkhatamkan tempat-tempat wisatanya, salah satunya adalah: MUSEUM! Ada beberapa museum yang pengen gue datengin, karena sebagian besar museum, Puji Tuhan, telah gue kunjungi.

Berikut adalah museum-museum yang gue tandai untuk didatangi (?? penampakan dong?? ):
1. Museum Layang-Layang
2. Museum Basoeki Abdullah
3. Museum PPKI
4. Taman Mini Indonesia Indah
5. Museum Fatahillah pasca renovasi
6. Museum Gatau Lagi Belom Nyari

daaan, kalo gue udah ke Museum Layang-Layang sama Museum Basoeki Abdullah, berarti tinggal 3 museum lagi yang kudu wajib awa sambangi, HORE! Jadi udah gak terlalu banyak lagi ngunjungin museum :") sebenernya rada eneg juga ya akhir-akhir ini gue muntah barang seni, seni-seni mulu gak ada alam-alamnya. Gue sedikit terhibur dengan fakta gue akan ke Lubang Buaya, secara museum itu saksi pembodohan dan indoktrinasi P4. Tapi, gue juga  pengen pulang ke pelukan Ancalaaaaa ;___; huhuhu. Maaf jadi curhat.

Oke, balik ke topik, jadi langsung saja gue ceritakan pengalaman pertama yaitu keeee:

1. Museum Layang-Layang

Museum ini terletak di Jalan Haji Kamang. Gampang ditemuin kok. Kalo misalkan dari Jalan Fatmawati, pokoknya lurus terus ke arah RS Fatmawati, masih lurus sampe ngelewatin SDN Pondok Labu 1 pagi apa berapa gitu ada di maps, bilang sama abang angkot jalan haji kamang dimana. Ancer-ancernya, gang di depan chubby bun pastry. Ada umbul-umbul gede Museum Layang-Layang Indonesia, kok.

GUE KE SINI BERSAMAAAA Joshua Haryono, temanku yang suka ketawa dan selalu ceria dan heboh dan *#^@^! ya josh? ehehe. Agak susah mencari teman yang bisa free, semuanya sedang berjuang untuk meraih SBMPTN dan tentulah aku mengerti untuk tidak mengganggu mereka. Padahal kalo gak pada bimbel, banyak yang bisa diseret nemenin gue, heuheu.

Oke, jadi setelah janjian sama Joshua langsung di museumnya, gue pun berjalan sehabis naik angkot gatau apa, tapi kata abangnya dia ngelewatin Haji Kamang. Kemudian sampailah gue di depan......... gang, dimana gue harus jalan sejauh berapa ratus meter untuk mencapai tempatnya.



Dan sampailah aku di Museum Layang-Layang! Ternyata kebijakan yang berlaku di sini udah beda banget sama terakhir kali gue ke sana (fyi, gue ke museum ini pertama kali waktu umur 7 tahun... lol), tapi jadi lebih mumpuni paketnya. Dengan bayar tiket 15ribu, gue dan Joshua bisa menikmati film (dvd sih tepatnya) tentang sejarah Layang-Layang, terus tur ke dalam museumnya, dan... BIKIN LAYANG-LAYANG! Yey yey. Kalo beruntung, bisa juga nerbangin layang-layang sama mas-masnya yang logat Sundanya kentel banget, "Di sini mah mbak bisa ikut pestipal layangan."





Museum Layang-Layang ini lingkungannya homie banget. Dulu, Museum Layang-Layang ini digagas oleh Bu Endang, atas dasar kecintaannya sama layang-layang. Bu Endang dan keluarga sendiri tinggal di Joglo yang ada di depan Joglo Pamer Koleksi, waktu itu aja pas gue keluar dari museum, ada anggota keluarga Bu Endang yang kayaknya sedang melakukan aktivitas di teras.

Di Joglo pamernya sendiri, ada 3 ruangan besar. Yang pertama, teras. Teras ini tempat buat bikin layang-layang. Yang kedua ruangan utama yang guede. Di sini, koleksi layang-layang terutama paling banyak emang dari dalem negeri, menuhin ruangan utama penuh, sisanya ada di koridor belakang, rada terasing gitu, koleksinya yaitu layang-layang mancanegara.

Ruangan Utama

happy face under the kites

bocah : ngebuat layang-layang


"kalo kata Mama sih, Tuhan gak pernah tidur.
 Jadi apa salahnya kita berbuat baik sebanyak-banyaknya?"


ada beberapa layangan yang menarik perhatian gue, karena makna dan bentuk dan warna mereka emang lucu-lucu. Yang pertama, layangan kembar berbeda kelamin:

ini yang cowo: namanya Kuala. Lucu ya, warnanya biru :")

Yang ini pasangannya! Si dengung, warnanya coklat. Gatau kenapa coklat, tapi ornamennya keren jugaa

yang ini namanya Muna, dari Sumba. Walaupun kayaknya biasa aja, tapi nyeni gitu. terbuat dari serat daun,
Dianyam, dan layangan ini termasuk tua. Di gambar yang di bawah tuh, ada gambar Muna di Goa.

Burung Enggang: burung yang dikeramatkan di Bumi Kalimantan


layang-layang Dewi Sri, untuk kesuburan di masa panen. Sayanya gembul.
(Btw, dewi sri ini serem mukanya. sumpah)
Mas-Mas Sunda yang baik hati: teman baruku dan Joshua,
dia mau nerbangin layang-layang demi diri gue yang gak tau diri ini loh!


pokoknya, bagi kalian yang berjiwa alay alias anak layangan dan berjiwa bocah dengan titel mkkb, marilah ke sini. Ajak adik kalian, karena mereka pasti suka. Di sini juga gak cuman bisa bikin layang-layang atau tur ngeliat layangan, kalian juga bisa ikutan buat keramik, dengan ohoho, harga yang lebih mahal tentunya. Info tentang sekilas Museum Layang-Layang bisa dilihat di link ini:

http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Layang-Layang

mumpung lagi cakep.

2. Museum Basoeki Abdullah

sebetulnya saya capek banget ngetik tapi ya udah deh

Destinasi gue selanjutnya yaituuu: Museum Basoeki Abdullah, yang terletak gak terlalu jauh, kalo ditempuh pake Kopaja 610 lima menitan juga sampe.

Nah, untuk menemukan Museum Basoeki Abdullah ini, ancer-ancernya gampang banget. Setelah perempatan RS Fatmawati (kalo dari arah RS Fatma ke Jalan Raya Fatma, ya), gak jauh dari perempatan di sebelah kiri jalan bakalan ada Masjid Al-Hidayah kalo gak salah namanya, belok kiri yaitu ke Jalan Keuangan. Lewat Jalan Keuangan 1, Keuangan 2, sebelum Jalan Keuangan 3, pasti kalian udah nemu deh museumnya.

Gue suka museum basoeki abdullaaaah penjaga-penjaganya ramah dan baik hati sekaliii! Dengan harga 2ribu, gue dan Joshua udah bisa masuk ke dalam bangunan berbentuk rumah berlantai dua itu, terus gak lama setelah kita liat-liat, ada seorang ibu berusia kepala empat memakai jilbab, menceritakan sedikit tentang Museum Basoeki Abdullah.

Pokoknya, ternyata museum ini tadinya memang rumah dari Pak Bas (panggilan akrabnya). Pak Bas ini punya cita-cita memberikan suatu suaka dari lukisannya buat Indonesia, apa buat pemerintah gitu, dan keinginannya baru terwujud pada tahun 2001, 8 tahun setelah kematiannya. Kalo direkaulang kematian Pak Bas rada ironis, dia dibunuh di kamarnya oleh maling yang mau ambil jam tangannya dan oleh maling yang gak tau Pak Bas itu siapa (dia gak tau Pak Bas itu pelukis terkenal)

Oh ya, btw pada tau kan Basoeki Abdullah itu siapa?

Coba search deh, secara gak sadar kita sebagai pelajar pasti udah akrab banget sama lukisan Pak Bas secara dia sering melukis lukisan naturalis dan potret tokoh-tokoh penting. Beliau juga sering design lukisan di mata uang. Mungkin yang familier itu lukisan Nyai Roro Kidul, Pangeran Diponegoro, lukisan Jika Tuhan Marah, dan masih banyak lagi.


Di Lantai 1, kebanyakan gak ada yang diubah ruangannya. Secara pribadi guwe berpendapat lantai 1 ini untuk membangkitkan kenangan akan rumah Pak Bas dulu. Di Ruang Tamunya, masih ada lukisan istri Pak Bas yang dari Thailand (Pak Bas nikah empat kali: Belanda-Belanda-Thailand-Thailand #cmiiw), potret anaknya, dan potret dirinya sendiri. Terus ada timeline riwayat singkat hidup Pak Bas, dari mulai jaman kemerdekaan, pasca kemerdekaan, dan seterusnya. Dari mulai pameran kecil sampe pindah pameran dari hotel ke hotel, dalam negeri luar negeri. Terus ada lukisan Ratu Juliana yang menang di lomba mancanegara, dan Pak Bas berhasil mengalahkan kandidat yang juga gak boleh diremehin dari negara lainnya. Di ujung ruangan, ada koleksi wayang yang didisplay.


Wayang di Lantai 1 ( ada miniatur Bima dan Gatotkaca, bagus bgt )

bagus kan lukisannya


lukisan Krakatau yang bersiap untuk mengamuk. Dari jauh, ombaknya real. Shadingnya bagus banget

mengagumi potret pemimpin-pemimpin negara anggota GNB

Sultan Bolkiah dari Brunei yang gans sekali, serta teman-temannya

Dewi Soekarno x Dewidihini Mahbukandewi

ahlan wa sahlan, abun ganteng 

 nah, kalo potret-potret yang di atas ini dipenuhi gue atau Joshua bukan karena kami narsis ya. Di Lantai dua, lukisan-lukisa karya Pak Bas lebih difokuskan. Di lantai dua juga, berlaku peraturan gak boleh memotret lukisan tanpa objek lain. Yang mana harus ada kita juga. Maka dari itu, gue atau Joshua harus berpose di depan lukisan favorit kami. Dari mulai lukisan potret tokoh-tokoh penting: Sultan Bolkiah, Ferdinand Marcos, Lee Kwan You, Soekarno, Soeharto, Hatta hingga lukisan para perempuan cantik: Dewi Soekarno, Imelda Marcos, Tien Soeharto, semua dikemas di lantai 2 secara ciamik. Kalo gue pribadi lebih suka lukisan Pak Bas yang ngegambarin kehidupan binatang, alam, imajinasi, kayak ini salah satunya:

ITUUU, favorit saya. Cewe di atas singa itu hot banget ya fuah

pokoknya, hari itu lumayan berkesan buat gue, apalagi pas di akhir-akhir ada mahasiswa yang kayak lagi ngerjain proyek gitu tiba-tiba wawancarain kita! HAHA.. dan pas kita udah mau ambil tas yang harus dititip di depan, tiba-tiba gue dikasih buku berisi perjalanan lukisan Basoeki Abdullah. Duh senangnya... gue sampe ngerasa gak worth it nerima buku itu dengan uang yang hanya sebesar 2rb perak :")

Intinya, gue seneng banget pelesir kayak gini. Doain ya semoga museum PPKI beneran berhasil gue sambangi. Viva #KhataminJakarta!

Senin, 25 Mei 2015

((keinginan))

khayalku pada sebuah candra
tentang selaras sasmita atau barangkali sekuntum wiwaha;
tak ubahnya alusi.
mungkin juga ilusi.
aku tak tahu ke mana jati diri bermain
yang kutahu aku ingin memiliki ingin

mungkin seringkali,
aku merindukan yang namanya gangsa tekad
sebuah kesejatian yang tidak memiliki polisemi
yang akan berkata TIDAK!
kala seluruh menyeru tolak
yang juga akan berkata YA!
ketika seluruh menerima


kata guruku nurani akan mati
ketika gaung ketiganya tak didengar rungu
mungkin nuraniku sudah mati
karena tak pernah kudengar gaung selain resah
yang ketiga bahkan telah kuacuhkan dengan halah


aku ingin kembali
kembali seperti dahulu
atau mungkin segera tiba
tiba di kamadatu masa depan


tapi aku paling ingin berpijak pada waktu sekarang.
dengan nurani yang masih menjunjung candra wiwaha
tapi kuingin juga sasmitaku menjunjung masa depan
jadi aku bertanya,
apa yang perlu kukorbankan, Tuhan?

Minggu, 17 Mei 2015

Semesta Ini Berlaku sebagai Konsumen

Renungan saya ini mendatangi saya ketika saya tengah duduk di jendela besar kamar saya, sumber inspirasi saya, beberapa minggu yang lalu ketika saya tengah menghibur diri karena nilai try out SBMPTN saya di bimbel jelek.

Sebuah filosofi terkadang memang menyeruak ke dalam sanubari ketika kita berada di tengah kekecewaan. Filosofi lahir dari rasa tidak mampu, ketakutan akan harapan yang terlalu rentan untuk dibuat, dan yang terutama, dari pembesaran hati. Begitu pun saya. 

Terkadang saya iri dengan golongan penghuni kehidupan yang bisa dengan seenaknya tidak berusaha dan hanya dengan faktor keberuntungan mendapatkan keberhasilan. Dan sedikit banyak, saya sama sekali tidak terhibur dengan ucapan hasil takkan pernah mengkhianati usaha. Buktinya, nilai try out saya jelek, padahal saya belajar sampai larut. Saya juga tidak mampu menyelesaikan soal-soal Ujian Nasional dengan optimal, padahal saya rela tidur hanya dalam waktu maksimal empat jam setiap harinya. Ketika saya menolong orang, tidak membuat orang tersebut secara otomatis akan membalas dengan yang bukan tuba. Nah, sudah berapa kali hasil mengkhianati usaha saya? Semesta bukannya tidak pernah tidur? Bukannya Jagad Raya memasang mata dimana-mana?

Namun, saya ingat suatu perkataan yang dikatakan oleh entah Mama saya, atau Eyang. Beliau pernah berkata, "Ya udah, mbok ya ga usah dibesar-besarin gitu lho, Bi. Mungkin tahun ini lagi apes. Paling kamu dibales tahun depan."

Hati saya mulai menyusun sebuah mekanika.

Semesta memang tidak pernah tidur. Tapi mungkin fungsi Semesta di sini bukan sebagai aparatur yang memberikan retribusi terhadap apa yang sudah kita serahkan. Mungkin Semesta bekerja dengan sistem yang lebih rumit: mungkin seperti lembaga ekonomi. Yang takkan pernah saya pahami, karena saya tidak terlalu akrab dengan Ekonomi.


Saya pun menyederhanakannya: Semesta tidak baik pada kita tahun ini. Tapi bagaimana dengan periode lain?

Lalu saya berpikir. Semesta itu seperti konsumen, ya. Dan kita ini, manusia-manusia penantang nasib serta pembuat realita adalah seorang produsen. Produk apa yang kita hasilkan? Usaha. Pasar kita adalah Id, Ego, Superego kita, seperti kata Freud. Juga alam bawah sadar dan alam kesadaran, mereka juga jenis pasar yang lain. Yang jelas, ketika kita berproduksi, Semesta berebut melihat produk yang kita hasilkan. Lalu memutuskan untuk membeli.

Yang harus kita pikirkan, akankah Semesta membeli dengan tunai? Bukankah bila Semesta melihat keadaan keuangan mereka kemudian merasa belum mampu membalas kita dengan setimpal, ia akan berhutang?

Ini lah yang akhirnya sampai ke dalam permenungan saya. Bahwa pilihan akan pembalasan usaha kita hanya ada dua: saat ini atau nanti. Semesta bisa menjadi pembeli langsung, tetapi bisa juga sebagai debitur. Dan kalau hasil dari usaha saya belum saya dapatkan kali ini, mungkin saya akan lebih beruntung nanti. Yang jelas, Semesta pasti harus memberikan uang pada kita, kan. Ia pasti akan melunaskan hutang-hutangnya. Jadi apapun yang kita lakukan, pasti dibalas dengan setimpal.

Namun, tetap saja, kita sebagai produsen lebih menyukai pembelian secara tunai dibandingkan hutang. Tetap tawarkanlah produk-produk kita dengan lebih gencar dengan cara: promosi, yang saya analogikan dengan berdoa. Doanya seperti ini, "Tuhan, saya sudah melakukan ..., dan kalau boleh, saya ingin ..." kedua, dengan menjaga kualitas produk kita. Iringi dengan: berbuat positif terhadap orang, tetap rendah hati, dan selalu rela apabila orang lain mendapat keuntungan yang lebih. Setiap orang punya jalannya masing-masing.

Selebihnya, biarlah hukum pasar yang menentukan. Lagipula, saya juga pernah mikir, kalau Semesta tidak mengabulkan permintaan (alias memberikan uang tunai) kepada kita tahun ini, atau bahkan tidak memberikannya dengan wujud tunai, itu karena Semesta melihat sesuatu yang buruk-buruk merintangi jalan kita. (Misal, saya pengen banget mobil Land Rover, tapi gak kekabul2 karena kalo Tuhan ngasih land rover ke saya, saya bakal kena takdir yang apes: Saya ketabrak di Tol Padalarang KM 97. Oleh karena itu, Dia cuma kasih saya volkswagen yea itu sih maunya gue aja lul)


Jadi, setelah matahari sudah terbenam sepenuhnya, akhirnya saya kembali tersenyum. Dan kembali semangat. Saya belajar sembari menanti SNMPTN, dan ya, pembeli saya memutuskan untuk tidak berkredit tahun ini dan memberikan uang tunai yang bahkan saya sendiri takut untuk mengharapkannya :)) 

nb: btw, Semesta yang saya maksud di sini adalah Tuhan, ya.
 Tergantung Anda mau mengartikannya dengan filosofis/naturalis :p


Semangat untuk kita semua yang selalu berusaha dan kadang dikecewakan untuk menanti hasil. Ungkapan itu benar kok, Tuhan (atau Semesta, yang mana yang lebih mengenakkan hati untuk disebut) tidak pernah tidur, dan Ia adalah konsumen yang tepat janji. 



Jumat, 08 Mei 2015

Dialog Realita (versi berbeda & POV yang berbeda)

EXT. TAXI - DINI HARI                                                            

Armada biru itu telah usai membelah Kuningan yang merangkak tertidur. Kini ranah Jakarta Selatan yang lebih sunyi ia lalui, dengan keadaan senyap yang tak jauh berbeda di dalam kabinnya.


GADIS
(menatap lurus, memainkan baju)
Ada sesuatu yang kamu sembunyikan, ya?

LELAKI
(melirik sedikit, memegang alat gantung kendaraan)
Mengapa bisa berkata seperti itu?

GADIS
Ada sesuatu di matamu, yang lebih dalam dan jauh disembunyikan, tapi aku tak tahu apa.

senyap sejenak.

LELAKI
(menatap lurus)
Mungkin memang belum saatnya untuk diceritakan.

GADIS
(tersenyum)

FLASHBACK TO:

INT. BACKSTAGE GEDUNG KESENIAN JAKARTA, FLASH BACK - MALAM HARI                  

GADIS
Aku ingin bertanya.

TEMAN LELAKI
(menaikkan alis dengan humoris)
Bertanya apa? Sebentar lagi kita tampil.

GADIS
Tentang ... lelaki. Dia terlihat menyembunyikan sesuatu. Dia terlihat punya sisi yang berbeda. Apa ada yang jauh disembunyikannya di dasar, jauh dari permukaan?

TEMAN LELAKI
Yah, setiap orang  juga memiliki sisi gelap.

BACK TO:
EXT. TAXI - DINI HARI                                                            

GADIS
Kalau begitu, aku yakin kamu memiliki sisi gelap. aku memang mengerti kamu, tapi belum sepenuhnya. Mungkin aku mulai mengenal kamu. Ada sisi lain yang kamu sembunyikan, apa aku benar?

LELAKI
(tersenyum dengan mata)
Saya gak bisa cerita itu untuk saat ini. Tetapi, tebakanmu hampir benar.

GADIS
(tertawa kecil)
Aneh, padahal kita baru bertemu kemarin, tapi aku bisa melihatnya.

LELAKI
Menurutmu aneh tidak, kita baru dipertemukan dan mengenal selama lima hari lima malam, tapi kita sudah dapat mengerti satu sama lain dengan cukup dalam?

GADIS:
Mungkin ada suatu kesamaan di antara kita, yang mungkin menyatukan kita, mungkin juga ada sesuatu yang kita tidak tahu dan Semesta tahu dan kamu, teman lelaki kita, serta aku dipertemukan.

LELAKI
(diam)


Gadis itu menarik bibirnya dalam gelap. Untuk pertama kalinya sejak ia melepas kekasihnya beberapa bulan yang lalu, ada seselip rasa yang belum ia kenal, seperti percik-percik kembang api yang dimainkan bocah-bocah debil, dan ini bukan karena kekasih lamanya. Ia merasa sistem dan roda gigi semesta sedang bergerak, perlahan-lahan menggubah suatu skenario.

GADIS
Bukumu, kapan kukembalikan?

LELAKI
Biarlah, kamu tamatkan saja dulu, biar suatu hari bisa kita bahas dan kamu bisa memberikan saya satu-dua buah pikiran atau pendapat


Gadis itu tersenyum lega. Ia merasa keputusan untuk membiarkan orangtuanya tidak menjemput dan sepupunya pulang duluan merupakan sesuatu yang tepat. Ia merasa bersalah, tapi ada kegembiraan yang sayup-sayup.

Tadinya ia merasa ini akan menjadi perpisahan. Tapi masih ada beberapa pikiran-pikiran yang menganggara dan bersiap untuk dipertukarkan, yang akan membuat mereka bertemu, bertemu, bertemu, dan bertemu. Kemudian ia akan menemukan suatu sosok yang menggantikan puing-puing kekasih lamanya, bahkan membangun konstruksi baru. (Namun malam itu ia tak sekalipun berpikir ke sana)

GADIS
(membereskan barang, menoleh)
Makasih ya telah mengantar sejauh ini. Maaf merepotkan, malam sekali kita pulang.

LELAKI
(bergerak sedikit menyerong)
Tidak apa-apa, santai saja. 

GADIS
kalau begitu ...

Ia menjejalkan selembar uang patungan. Lalu mereka bersitatap. Gadis itu menurunkan pandangan, merasa malu.

GADIS
(menyeringai, turun dari taksi)
... sampai ketemu!

Taksi menjauh. Gadis itu tergugu.

Kadang ia merasa tak bisa memaknai sebuah pertemuan. Kadang ia juga tak bisa melihat bagaimana Jagad akan menghadirkan seseorang yang pada akhirnya akan membantunya menyelesaikan dan mengobati problematika diri.

Kadang ia tak menyadari, menyelami hidup seseorang, terutama seseorang yang ini, akan membawanya kepada sebuah skenario yang berwarna-warni dan tak pernah ia sangka.


Kadang yang ia butuhkan adalah seseorang yang akan menjadi kebutuhan yang tak pernah ia rasakan untuk dibutuhkan. 

(telepon berdenting: pemberitahuan baru. Gadis itu tersenyum sembari melanjutkan langkah dan melihat pesan lelaki)

FADE OUT


this one is for you. happy 8th :)