Rabu, 14 Oktober 2015

Rumah

Kita akan membangun sebuah rumah, Sayang.

Yang berteras dan berhalaman luas, ada halaman depan dan belakang. Yang ketika pertama kali membelinya, aku akan dengan bersemangat belanja bibit-bibit pohon yang akan menjadi tua, kisut dan keriput. Yang terasnya berlantaikan semacam ubin batu, tempat segala embun dan sisa hujan semalam membuatnya jadi lembab. Yang berpagar dengan rapat yang nihil, jadi semua pejalan kaki bisa melihat rumah dan keharmonisan keluarga kita.



Rumah kita akan berarsitektur peninggalan Belanda. Dengan warna putih dan abu tiada cela, karena aku menolak biru muda atau warna pastel yang terlalu pop. Aku akan menyuburkan dandelion untukku, bunga matahari untuk anak pertama kita, dan mawar untukmu, jadi rumah kita akan selalu wangi. Rumah kita akan memuat pekarangan belakang yang cukup untuk tenda yang akan dibangunmu dan anak lelaki kita, tenda yang akan menaungi kita tatkala kita ingin melihat malam terbingkai angkasa.



Halaman belakang akan memiliki sebuah pohon yang kuat, mungkin trembesi, mungkin oak, yang di atasnya terdapat rumah pohon. Kau tahu, rumah pohon sudah menjadi impianku sejak aku masih di taman kanak-kanak.

Kamar tidur kita adalah tempat kita rebah. Tempat kita pertama kali bercinta, tetapi bukan satu-satunya tempat untuk bercinta (kita akan menyadari, di malam yang dingin saat kita menonton televisi di ruang keluarga, tetiba hangat bukan bersuar dari gelombang sana, tetapi dari apa yang harus kita tukarkan: lalu kita terkikik.) Benar, kan, kita tak hanya bercinta di sana?



Kamu tahu aku suka kayu, jadi lantai kamar kita harus kayu yang kuat! Akan ada sebuah karpet tempat debu enggan membuang lesu, juga sebuah sofa. Kamar kita akan dimuati satu rak buku dan ruang almari. Lukisanku adalah satu yang terpajang di dalam kamar itu, berdampingan dengan foto-foto kita, dengan atau tanpa anak-anak kita. Seprai ranjang kita haruslah putih! Namun khusus untukmu aku akan belajar merajut, menjahit kain-kain perca agar bisa menyelimutimu sebagai sarung atau selimut atau keduanya; agar kau tak rindu aku ketika aku pergi jauh dan demikian sebaliknya. Belikan aku kasur yang besar, Sayang, agar anak kita bisa numpang menginap, agar kita bisa melakukan tujuan lain selain tidur dengan leluasa: yaitu bermain kartu, tentu. Hihi.

Sedang untuk kamar mandi, aku tidak berharap yang muluk-muluk. WC tentu saja adalah sebuah kewajiban, wastafel cukup berbahan kaca, cerminnya harus besar agar aku bisa menatap tubuhku dengan leluasa. (Hehe). Aku mau ada bathtube, lalu ada busa, karena kamu harus mengetahui aku terobsesi mandi busa karena aku tidak pernah mandi busa seumur hidupku. Dinding kamar mandi kita lagi-lagi adalah batu-batuan agar aku merasa terbuka di alam. Biarkan atapnya adalah atap rumbia.



Lalu Dapur, Dapur kita cukup sederhana namun tergolong luas agar anak perempuan kita bisa membantuku memasak. Aku akan membeli banyak bahan untuk meramu makanan untukmu, anak lelaki kita, dan anak perempuan kita. Semoga di dapur aku semakin bisa menabula rasa.



Ruang keluarga kita adalah ruangan yang paling hidup. Ada sebuah TV di sana, karpet yang lembut untuk bersendagurau bersama keluarga kecil kita yang humanis, tempat dimana aku akan merepotkanmu untuk mletakkan meja kayu panjang: di atasnya ada hasil kriyaku, foto-foto keluarga kita, potongan-potongan puisi, dan vas bunga. Oh ya, di depan TV akan ada sebuah sofa tempat aku akan ketiduran menunggumu lembur di tempat kerja. Di depan sofa ada meja kecil di mana di atasnya akan selalu ada koran serta buku bacaan. (Keluarga kita akan menjadi keluarga kutubuku, catat itu.)



Yang terakhir, aku ingin rumah kita penuh dengan jendela. Jendela yang menghadap ke Timur, agar berkas-berkas mentari pagi bisa menempel di rambut anak lelaki kita. Agar suatu waktu kau bisa menjumpai aku melamun di sudut jendela, menulis prosa dan puisi. Agar anak kita lebih sering menatap ke luar dibanding menunduk menatap gadgetnya. Agar kita bisa membuat bangau-bangau kertas kita terbang selayaknya burung yang nyata, dan agar giring-giring kita berbunyi dengan denting surga.
.
.
.
.
Yang terpenting, aku ingin rumahku bisa menyajikan rumah yang lebih absolut dari sekedar bangunan. Rumah yang selalu dibawa dalam kehangatanmu, Abhipraya, dan Aksara. Tidak apa-apa bila rumah kita hanyalah bangunan kecil.

Tiga jagoan utama yang akan kuperjuangkan cukuplah menjadi tempat aku pulang. :)

padang akan kau sambut,
benua akan kau rabut,
perjalanan akan membawamu ke dalam kebahagiaan,
dan puncak akan menjadi kebanggan,
tapi rumah akan selalu menjadi pondok singgah dalam kabut,
berisikan seselip peluk dalam kehangatan.
I'll take you home someday.