Selasa, 09 Februari 2016

Jadilah Sebuah Rumah - Surat Untuk Para Perempuan.

tulisan ini dibuat ketika aku masih dalam proses belajar, dan dalam hal ini masih lah Shabia yang tanpa sadar mensubordinasi dirinya sebagai perempuan dengan penyederhanaan bahwa kita hanyalah "rumah". analogi ini tentunya bisa saja menjadi benar bila rumah yang dimaksud sifatnya sangat personal ke satu-sama-lain, tetapi saya sendiri, ketika melihat ini, tidak setuju dengan tulisan diri saya yang mensimplifikasi peran saya sebagai perempuan tabah yang pasif, seksis, domestik. bahwa saya menginginkan diri saya menjadi rumah untuk seseorang -- dan menantikan rumah dalam bentuk seseorang itu masih berlaku sampai sekarang, tapi sisanya: saya tidak setuju dengan pemikiran saya berikut. akan tetapi karena ini adalah arsip perkembangan, tetap saya keep di web saya. :) 
----------------------------------------------------------------------------------------------------------- 

Jika ia sibuk rapat sehingga tidak bisa menemanimu makan malam, biarkan saja.
Jika ia lebih mementingkan diskusi daripada membalas percakapan online denganmu, biarkan saja.
Jika ia terlalu banyak membaca buku, dibandingkan bertemu dirimu dalam rindu, biarkan saja.
Jika ia seringkali menghabiskan waktu dengan teman lelakinya, dengan pelajarannya, terlihat ambisius, mengejar prestisius, acuh tak acuh, namun semua itu berdasar dan selalu dilandaskan untuk jujur juga untuk sesuatu yang besar, biarkan saja.

Mungkin kekasihmu tengah mengejar sesuatu.
Atau ia berusaha menggapai mimpi yang bahkan tak ia hitung satu-satu.
Atau ia sedang berusaha mencapai ideal diri,
Dimana dengan mewujudkannya ia akan merasa berdikari.
Boleh cemburu sekali-sekali, merasa melankoli dan terkadang memanyunkan bibir karena lagi-lagi kita tak diperhatikan untuk sekian kali, tapi ingat lah bahwa kita, perempuan, memiliki banyak alasan untuk memahami sang lelaki.

Lelaki-mu, lelaki-ku, lelaki kita yang seakan selalu menaruh kita dalam daftar kedua skala prioritasnya, namun tetap berusaha menyisihkan waktu kepada kita, punya cara tersendiri untuk memberikan yang terbaik. Mungkin bukan dengan waktu yang sangat besar pada masa kini. Mungkin bukan dengan menemani kita setiap hari. Mungkin juga kita bukanlah nomor wahid, motivasinya masih diri sendiri, dan mungkin ia terlalu tidak sensitif untuk menyadari rindu kita kian hari semakin tak terperi. Sesungguhnya, teman-teman perempuanku yang cantik dan hebat, kita beruntung mendapatkan lelaki seperti ini.

Lelaki kita yang ini adalah lelaki yang visioner. Yang mengkalkulasi setiap waktu, kesempatan, dan penawaran dunia adalah sumber dari sesuatu yang soliter. Yang ingin pola pikirnya terasah, pribadinya menjadi absah, pemasukannya menambah, dan status sosialnya tergugah. Tentu saja ia akan lebih mementingkan diskusi dan pergi bersama teman-teman lelakinya untuk brainstorming, ia ingin semakin peka isu dan beradaptasi. Berpikir lah positif, mungkin ia tengah memperkaya diri, mengembangkan diri, dan mencapai cita-cita yang tengah ia susun rapi. Lelaki bergerak dengan logika, dan ketika logikanya sudah terpenuhi, maka barulah mereka melirik hati. Berpikir lah positif, bahwa tak lain dan tak bukan lelaki kita sedang membuat dirinya untuk siap untuk semakin dewasa dan kaya, dan pada akhirnya, untuk membuat kita bahagia.

Jangan kekang mereka. Jangan memakai alasan kamu membutuhkannya.
Berilah ia sedikit kelonggaran, bekali dengan kepercayaan, kekang mereka sedikit dengan ancaman untuk selalu menjunjung kejujuran. Jadilah rumah, rumah yang tabah, yang suportif dan selalu mendengar kesah mereka, yang adiktif dan selalu menawarkan pelukan saat mereka jatuh.

Mereka akan mengingatmu sebagai sebuah suaka, yang mungkin tak akan mereka datangi dalam acapkali waktu mereka, namun pada akhirnya, menjadi tempat mereka bersandar dan rebah pada titik terakhir daya. Kamu mungkin takkan pernah memahami dunia lelaki dan menjadi seorang lelaki, oleh sebab itu biarkan lelaki-mu mengambil alih tugas itu dengan berusaha atas diri mereka sendiri dan mengambil ratusan kesibukan. Pun lelakimu akan keluar dari kesibukan itu dengan diri-nya yang semakin kaya karsa, kaya makna, kaya rasa. Tak ada yang sia-sia, percayalah.

Pada akhirnya, kalaupun lelaki-mu memang masih tak mementingkan dirimu, atau kesibukan hanyalah tabir untuk menutup kebohongan dan keengganan untuk kalian berjalan beriringan, tak apa. Kamu hanyalah rumah tabah yang telah ia tolak dengan sia-sia dan berhak mendapatkan penghuni yang lebih mumpuni.

Namun, apabila ia lelaki yang tepat, ia akan mengingatmu sebagai perempuan yang tidak egois, yang sudah dewasa untuk melihat waktu dan kesempatan terlalu berharga untuk dibiarkan habis. Dan ia akan kembali padamu, dengan rasa sayang dan damai yang kecil saja, namun cukup menyalakan api yang hangat dalam rumahmu yang telah dibiarkannya dingin cukup lama.

Dan sesederhana itu, hubungan kalian akan lebih kaya dari sebuah kalimat klise dan tak ubahnya dangkal,  “Aku ingin selalu bersamamu, dalam setiap waktuku.” Kalian lebih indah daripada kalimat kosong itu.


 “cinta yang baik adalah cinta yang saling mengerti, bahwa pada akhirnya waktu dan hidup adalah milik diri sendiri, kesempatan hanya datang sekali, dan ketika diri telah cukup untuk saling memberi, barulah waktu adalah milik bersama dan berhak untuk dicukupkan dalam periode yang lama.”

Dari seorang perempuan,
yang juga sedang berusaha memahami lelaki-nya yang sibuk namun ia sayangi, lalu membuat kontemplasi untuk lebih termotivasi.
Shabia.

Senin, 01 Februari 2016

Tales Told By -


P A R T 1 
---------------------
((she-self))

She gasped.
In every word she heard. Every pray which vanished into her ears.
calming her versatile heart, giving her delightfully warmth.
She realized.
She has been given by Gabriel a revelation to be revealed.
[ Musholla Al-Fitrah, Sagan, Yogyakarta. ]

All she knew is she was bestowed by a power of wander.
Neither her beloved,
Nor her family,
Nor herself,
could predict what kind of pathway that she will face.
or knowing what kind of stuff that she should prepare.
But she keeps going; through every way she found.
She already knew she has to complete the journey because she now a wanderer.
[ Tempat Lokakarya Perak, somewhere in Kotagede, Yogyakarta ]

she loved to spend her time walking without any purpose.
she walks solemnly because she wants to find the meaning of walk itself.
she scared, yet ebullience, lonely within, so full without.
[ Etalase Buah, somewhere in Kotagede, Yogyakarta. ]

P  A R T 2
------------------
another soul-self

an old man, eyes in despair
and a tired bike, sits as if solitaire,
long long ago, there was a big, old, shabby road
but now it's evanescing into memory untold.

[ Perempatan Pasar Kotagede, Kotagede, Yogyakarta. ]

(not) an ingenue teenage girl, drifting to the town
                             not) a sudden beauty appear, but a lilt enchanting spark shown.
                            p.s: thank you for letting me borrow your camera & also take me to here.

[ Toko Tua, Somewhere near Pasar Kotagede, Yogyakarta ]

And after all
after time flies,
million truth turning to lies,
dust leaving as thousand scars,
and century dead passing many wars,
she keeps her head high.
she profoundly sure there will be her hero at the tip of the road.
[ Jalan Pemandian Raja Kotagede, Kotagede, Yogyakarta ]

here comes the purpose,
rejoinder which makes rejoice.
a sanctuary; as well as shelter,
I've found my house,
I've made my choice.

[ Makam Raja-Raja Mataram, Kotagede, Yogyakarta ]


T A L E S   T O L D    B Y 
( she-self, another soul-self )
-------------------------------------------------------------------
f i n a l e