Rabu, 22 Oktober 2014

suci

apakah hamba masih perawan,
pabila kancing baju terbuka tampakkan tubuhnya- dadanya- buah dadanya- pahanya- bokongnya dan semua kelembutan wanita yang sama-sama dipunyai,
(yang mungkin tersingkap) tapi kelembutan itu belum pernah terjamah di luar waktunya?

apakah temanku mutlak perawan,
pabila jilbab lengan panjang dan baju gombrong sasatkan tubuhnya- dadanya- buah dadanya- pahanya- bokongnya dan semua kelembutan yang sama-sama kami punyai,
 (yang belum terungkap) tapi kelembutan itu sudah tercemari tangan-tangan dalam paruh waktu?

mana yang lebih baik?

kita manusia.
kita punya nafsu.
kita punya hasrat.
kita punya nafsu, hasrat, penghakiman.
kita punya nafsu, hasrat, penghakiman, jiwa, jati diri, asa, rasa.

aku tak pernah bilang: yang terbuka tapi tak terjamah, akan lebih baik dari yang tertutup tapi terjamah. baik bagaimanapun, yang tertutup dan tak terjamah haruslah selalu diperjuangkan.

aku tak pernah bilang, yang membaca Kamasutra, lalu berpikiran tabu tapi tak melakukannya akan selalu lebih baik daripada yang membaca Kamasutra kemudian mempraktikannya dalam kehidupan nyata (tentu saja, sebelum waktu yang tepat).

aku hanya sedikit buka kata:

yang tersembunyi
bukanlah yang terbaik
yang tertutup
bukan berarti bebas dari asas hipokrit

dont judge a book by its cover. (and sadly, people keep doing and implementing this metaphorical phrase, even when they have never tried to read and view the deepest page of that book .)



Rabu, 15 Oktober 2014

Remembralls



Lucu bagaimana sebuah lagu bisa mengingatkan kita akan secuplik, sepenggal, sebagian, atau bahkan seluruh fragmen kenangan akan sesuatu.

Saya yakin, semua orang punya pengingat, semacam Remembrall dalam Harry Potter untuk kenangan manis dan pahit mereka. Mungkin mereka punya benda yang nyata: kalung, gelang, foto, lukisan, tetapi bukankah yang semu tetapi mendalam akan selalu membekas? Bukankah sebuah kecupan di puncak kepala, rasa ciuman pertama, wajah- “nya” di kala tertawa, dan hangatnya genggaman, dan hal-hal yang disukainya lebih teringat dibanding sekedar benda-benda nyata tadi? :))

Saya sendiri, walaupun bukan seorang penggila musik, musisi, dan yang mendedikasikan musik untuk hidup, punya beberapa lagu yang mengingatkan saya akan kenangan-kenangan (manis dan pahit, saya nggak tahu. Kadang yang pahit bisa saja manis, dan manis bisa saja pahit. Aih.)

Saya punya ini:

Hujan Di Mimpi – Banda Neira



Semesta bicara tanpa bersuara
Semesta ia kadang buta aksara
Sepi itu indah, percayalah
Membisu itu anugerah 
Seperti hadirmu di kala gempa
Jujur dan tanpa bersandiwara
Teduhnya seperti hujan di mimpi
Berdua kita berlari 
Semesta bergulir tak kenal aral
Seperti langkah-langkah menuju kaki langit
Seperti genangan akankah bertahan
Atau perlahan menjadi lautan 
Seperti hadirmu di kala gempa
Jujur dan tanpa bersandiwara
Teduhnya seperti hujan di mimpi

Berdua kita berlari 

Lagu ini, saya gak tahu gimana awalnya—selalu mengingatkan saya akan kemanisan dan kepolosan hubungan saya dengan mantan saya waktu kami masih berdinamika sebagai pacar, hihihi. Awal saya tahu lagu ini karena waktu itu saya sering nulis kata “Aksara”, dan kemudian salah satu anak pohon (yah jangan heran sama istilah ini) saya, Gretsi merekomendasikan saya lagu indie Banda Neira yang berjudul … Hujan di Mimpi. Saya cari di youtube, saya dengerin baik-baik, dan aduh—lagu ini fluffy sekali! Dan pas banget, saya dengerin lagu itu ketika gerimis jatuh di jendela hotel (iya waktu itu saya lagi ngejomblo di Hotel Alila Pacenongan, s e n d i r i a n kok.) dan kemudian … hp saya getar. Mantan saya yang waktu itu tengah ehm, pdkt sama saya ngajak saya ngobrol.

Saya langsung ingat dua hari yang lalu saya pernah duduk sama doi di depan hall terus memandangi lapangan Gonzaga yang diterpa hujan, dan saya bilang dengan polosnya sama dia, “Dii, kapan-kapan kita main hujan bareng yuk, lari-lari, gue nyipratin lumpur ke lo. Kuat-kuatan siapa yang kedinginan duluan. Haha.”

Dengan maksud kode dan rekomendasi (yak, modus pertama tetaplah kode duh.) saya menyuruhnya mendengarkan lagu itu. Dan sorenya… dia ngecover lagu itu buat saya! HAHAHA. Saya terharu, saya fave dan comment, lagu itu masih ada di akun soundcloud dia sepertinya hwhw.

Intinya, tanpa sadar lagu ini saya dan dia miliki bersama. Saya pasang status berdua kita berlari, dan dia pasang status jujur dan tanpa bersandiwara (dan akhir2nya dia cerita dia pasang kayak gitu karena dia suka sosok saya yang apa adanya nyaw) dan lalu, saat kita mulai, ehm, uhuk, pacaran, tanpa janjian kita pasang kata-kata di bio kita: berdua, kita berlari – 11.

Lagu ini mengingatkan saya dengan waktu-waktu yang saya sering lewatkan bersama mantan saya, dan biasanya selalu dihiasi hujan (+di mimpi). Mungkin karena kita terus berlari, salah satu dari kita tertinggal di belakang dan berpisah, kali ya Di? Tapi sekarang saya dan dia bahagia, jadi… biarlah lagu ini jadi pengenang. J

Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan – Payung Teduh

 Tak terasa gelap pun jatuh
Diujung malam menuju pagi yang dingin
Hanya ada sedikit bintang malam ini
Mungkin karena kau sedang cantik-cantiknya

Lalu mataku merasa malu
Semakin dalam ia malu kali ini
Kadang juga ia takut
Tatkala harus berpapasan ditengah pelariannya

Di malam hari
Menuju pagi
Sedikit cemas
Banyak rindunya
Percaya gak percaya, dulu kalo dengar lagu ini saya selalu berkaca-kaca, perasaan jadi mendung, dan ujung-ujungnya saya bakal ngechat salah satu sahabat saya, curhat: “Gue galau lagi anji**” hahaha.

Pernah dengar yang namanya patah hati? Nah, agak sedikit klise, memang, tetapi lagu Payung Teduh yang barusan ini mengingatkan saya pada kekelaman masa-masa pasca-putus. Kehangatan menghilang, ngeliat doi jalan di koridor di dekat saya aja bawaannya…….. mau kabur, soalnya dulu sebelum berpisah jalan kan langsung mendekat dan berbagi kebahagiaan, tetapi pasca putus, jadi seperti orang asing.

Kentutnya, lagu ini berisi inti yang menceritakan bahwa seorang individu yang sudah kehilangan orang yang pernah atau masih menyayanginya karena ‘orang’ tersebut sudah pindah ke pelukan yang lain. Memang situasinya waktu itu nggak mirip-mirip amat sama situasi saya, tapi tetap saja, liriknya galau dan ada satu line yang mirip sama keadaan saya, sudah saya bold dengan murah hati di atas.

Kendati lagu ini mengingatkan akan rasa kosong, patah hati… saya kini sudah sahabatan kok dengan lagunya J lagipula sayang banget, lagu ini terlalu enak nadanya untuk dilewatkan, hihi.

Mari Bercerita – Payung Teduh

Seperti yang biasa kau lakukan
Ditengah perbincangan kita,
Tiba-tiba kau terdiam
Sementara ku sibuk menerka apa yang ada di fikiranmu.

Sesungguhnya berbicara dengan mu
Tentang segala hal yang bukan tentang kita,
Mungkin tentang ikan paus dilaut
Atau mungkin tentang bunga padi disawah.

Sungguh bicara denganmu tentang segala hal yang bukan tentang kita,
Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja…

Malam jangan berlalu…
Jangan datang dulu terang.

Telah lama ku tunggu…
Kuingin berdua dengan mu.

Biar pagi datang
Setelah aku memanggil..  terang…

Aihh.. pencuri kau, terang..

Malam jangan berlalu…
Ingin berdua dengan mu..
Telah lama ku tunggu…

Aihh.. pencuri kau, terang..

Ah. Aduh. Saya gak tahu mau ngomong apa #ea
Yang jelas, lagu ini adalah lagu pertama yang disinggung-singgung seseorang kepada saya, entah sebagai kode atau sekedar rekomendasi, atau kata yang tak terucap—entah, karena saya sedang urung untuk berspekulasi apa-apa ketika ia menyuruh saya mendengarkan lagu ini.

Dan apa yang mungkin ia maksud dengan lagu ini, saya rasakan juga. Terutama untuk mendeskripsikan sesi-sesi tukar pikiran kita yang selalu melibatkan pihak lain (ya, waktu saya suka sama dia, kami sering berbincang bersama tapi selalu: dalam kelompok yang isinya lebih dari dua orang alias bukan berdua saja, haha.)

Saya mikir, banyak banget hal yang harus saya utarakan ke dia, tetapi kita mungkin tengah gak siap untuk berduaan, karena hubungan kita yang masih prematur (sebenarnya gak bisa disebut hubungan juga, sih.). dan setiap sesi ngobrol kita selesai, yang saya pikirkan Cuma: “duh, udah selesai aja, padahal hal yang paling penting belum dibicarain ke doi.” HALAH, jadi curhat :(

Tapi ya, walaupun pada akhirnya saya jadi banyak ngobrol sama dia (dan pada akhirnya saya malah ngobrol mulu berdua sama dia sampe bosen lol nggak deng.), lagu ini saya apresiasikan sebagai sebuah pengingat akan suasana hati saya yang saat itu tengah ‘berbibit’ :))

P.s: “Dia” di sini bukan mantan saya. Dia di sini, adalah …. (halo, kalo kamu baca ini!)

Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa – Frau

Direntang waktu yang berjejal dan memburai, kau berikan,
sepasang tanganmu terbuka dan membiru, enggan
Di gigir yang curam dan dunia yang tertinggal dan membeku
Sungguh, peta melesap dan udara yang terbakar jauh

Kita adalah sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa
seperti takkan pernah pulang (yang menghilang) 

Kau membias di udara dan terhempaskan cahaya
Seperti takkan pernah pulang, ketuk langkahmu menarilah di jauh permukaan Jalan pulang yang menghilang, tertulis dan menghilang, karena kita, sebab kita, telah bercinta di luar angkasa
 
Arti lagu ini dalam buat saya. Karena, lagu ini memiliki arti yang jauh lebih mengena di balik kata-katanya yang mungkin terkesan lebay dan njelimet.
Intinya, (ya saya capek nulis dan saya tengah menugaskan seseorang mendalami lagu ini hyehye.) lagu ini bercerita tentang dua orang, lelaki dan perempuan yang sampai harus pergi out-of-the-box untuk memadu kasih, karena apa yang ada di tempat asal mereka nggak menyetujui apa yang tengah mereka perjuangin.
Dan ini akan mengingatkan saya selalu pada awal-awal kita merintis dinamika kita berdua, Sayang. (halo, Ris! HAHA)
(yasss saya percaya keberhasilan hubungan ditentuin tiga hal: sayang, effort, & kepercayaan.)

Ya itu saja yang saya punya. Makasih sudah membaca, dan intinya, baiklah suatu kenangan dijadikan sebagai sarana introspeksi. Sekian :)