Minggu, 30 Maret 2025

Malam Lebaran (bukan bulan di atas kuburan)

sudah sekian lama tidak merasakan keheningan yang khas di penghujung Ramadhan, di mana terdapat rasa menggantung hinggap di hati dan di pucuk-pucuk tumbuhan yang menghadap langit malam hari. takbir berkumandang dari pelosok kota, dan mama masih sibuk di dapur mempersiapkan ini-itu, sementara orang-orang muda di keluargaku sudah mulai transisi ke kamar, melakukan hal-hal biasa setelah sebelumnya mempersiapkan baju dan alat shalat untuk dipakai shalat ied esok hari. aku tepekur di depan laptop dan melarikan jemariku untuk menumpahkan perasaan ini. perasaan sedih yang tak terjelaskan, yang juga diwarnai rasa senang. karena akhirnya aku merasa kesedihan yang khas ini, yang hanya muncul ketika hari raya Idulfitri sudah menyambut di depan mata. 

ramadhan ini masih terasa duniawi. setiap harinya aku belum lengkap shalat lima waktu, masih ada hari tidak berpuasa yang bukan disebabkan menstruasi, tidak ada tadarusan, tidak ada itikaf, dan tidak semua sunnah muakkad kujalankan. aku bekerja penuh waktu dan paruh waktu, sebuah kombinasi yang membuatku tetap setia di depan laptop hingga larut malam. aku tidak bisa melakukan satu hal yang sebenarnya sudah kuniatkan sejak awal ramadhan, bahkan sebelumnya: aku tidak jadi membaca tafsir dan ikut kajian! padahal aku ingin sekali, karena ingin memanfaatkan momentum ini untuk mendalami Islam, tentunya dari kacamata yang progresif. 

tetapi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ramadhan tahun ini tidak duniawi-duniawi amat, ada berbagai ibadah yang kujalani, meskipun tidak perlu kusebutkan karena kurasa akan mengurangi amalannya. kendati jumlah buka puasa bersama semakin berkurang, tetapi kebersamaan dengan keluarga dan significant other tidak absen. di ramadhan ini aku banyak menerima kabar baik dan belajar menerima diriku apa adanya. 

melebihi semua pengalaman personalku soal ramadhan, aku menjalani bulan penuh berkah ini di tengah situasi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja. represi kepada warga sipil menguat, dengan militerisme menelusup ke berbagai urusan publik. kekerasan semakin intens. demonstrasi melemah, kalau tidak mau dibilang semakin tiada. kadang aku berpikir rezim yang masih kerap menyebut "bismillah", "insyaAllah", menyebut-nyebut nama Tuhan, melakukan sumpah atas nama Tuhan, dan meyakini rakyat bahwa mereka mengamalkan Ketuhanan yang Maha Esa benar-benar takut dengan dosa, setelah apa yang mereka lakukan kepada banyak orang di negara ini. ramadhan ini penuh dengan kemarahan, tapi aku tidak takut marah, karena marahku didasari oleh cinta kasihku kepada orang banyak dan hak asasi manusia. 

maka aku menutup Ramadhan ini dengan tiga hal: rasa syukur, karena masih melewati ramadhan ini dengan indah; keinginan untuk menjadi lebih baik lagi dan mengamalkan hal-hal yang belum tercapai di ramadhan ini, karena ibadah dan amal baik harus terus-menerus dilakukan (terutama baca tafsir dan ikut kajian!); dan doa kepada Tuhan agar aku senantiasa diberi jalan untuk berpartisipasi dalam perjuangan membuat Indonesia lebih baik, yang semoga terwujud di lebaran berikutnya.

Taqabalallahu minna wa minkum.

Minal aidin wal faidzin, teman-teman! Happy eid mubarak! 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar