Rabu, 20 Januari 2016

Mentari Pagi


“Dia cerah, seperti sebuah mega.”

Gadis itu mengernyitkan dahinya ketika mendengar ia memuji seorang perempuan lain yang ada dalam potret di ponselnya. Perempuan yang ia sebut "mega" itu bersurai hitam, bermanik coklat muda, sedang tertawa lebar dan dikelilingi teman-temannya yang tenar.

“Sementara aku bintang katai yang telah lama mati.”

Ganti lelaki itu yang mengerenyit. “Tidak,” bantahnya.

“Lalu? Lalu apa?”

“Kamu ...”

Gadis itu diam menanti.

“Kamu mentari pagi,” katanya dalam sebuah bisik. “Kamu ialah cahaya yang muncul di waktu fajar, membangunkan makhluk fana dari mimpinya yang kadang kelewat batas, membawa sebuah letupan: ‘BANGUN! Dan realisasikan mimpi-mimpimu!’.”

Senyuman kecil terbit ketika gadis itu menyelipkan rambutnya yang jatuh ke sisi kanan.

Lelaki itu menambahkan lembut, “Kamu adalah cahaya pengampunan yang memberkas di sisi kasurku setiap pagi.”

Maka lelaki itu menggeliat sementara gadis itu menyibak gorden, kemudian rebahlah mereka; saling berpelukan; dalam diam; menikmati hening; lanskap subuh yang agung baru saja menyingsing dari jendela kamar tempat mereka tidur bersama.
"kalau kamu mentari pagi, aku ini apa?"
"kamu embun pagi."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar