Jumat, 27 Maret 2015

Teruntuk Pengunjung yang Suka Foto Cantik di Pameran Seni

Dearest visitors who really excited to take some photos at Galeri Nasional, could I throw something to your face or hit your camera with a heavy thing?

Oke, saya gak se hardcore itu. But still, I feel my exasperated running through my vein lagi pas nulis ini, mengingat pengalaman saya beberapa hari yang lalu yang diganggu sama anak-anak eek yang demen foto-foto di musiyum.

Jadi, beberapa hari yang lalu, saya iseng ngunjungin Galeri Nasional lagi. Saya pernah bilang di Art Report saya tentang Aku Diponegoro yang saya belom post ke blog ini, bahwa Gal-Nas tidak seperawan dulu lagi. Maksud saya, sekarang sudah diminati banyak pengunjung. Oke, saya senang. Artinya sekarang museum memiliki daya tarik yang magnetis bagi khalayak. Namun, kebahagiaan saya berujung ke kejengkelan, karena eh karena SEBAGIAN BESAR PENGUNJUNG NGUNJUNGIN GALNAS CUMAN UNTUK FOTO-FOTO HITS.

Saya waktu itu ke pameran lukisan India. Saya lagi ngamatin karya, eh muncul suara-suara. Tadinya pelan, terus tambah keras, tambah keras, berdengung, tambah banyak, eh bahkan sampe teriak (!!?!!!?!), saya iseng nengok ternyata mereka lagi……

Foto-foto.

Dalam jumlah rombongan.

Ya udah saya iseng saya matiin lampu ruang pamer. Eh dijudesin.

Dan sebenarnya ini tidak terjadi sekali saja. Rata-rata pengunjung dengan “kategori” seperti ini berisik, bersuara toa, banyak omong, berfoto dalam rombongan, ngalangin saya dan beberapa teman buat melihat barang yang dipajang, dan berisik—oke, tadi udah disebut ya? Tapi mereka memang berisik banget, dan itu masalahnya :))

Hm, no offense, saya gak pernah bilang foto-foto di dalam museum itu sesuatu yang tabu, kok. Saya pun selalu menyempatkan foto di salah satu barang pamer, atau minimal foto karya-nya. Beberapa barang yang dipamerkan memang selalu jadi spot foto menarik yang perlu kita jadikan objek estetis komparatif di foto kita. Tapi, coy, berfoto-foto di museum kan tetap ada etikanyaaa??

Pertama, mengutip dari KBBI:
Museum adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan , dan kesenangan.

Oke, katakanlah Galeri Nasional bukanlah museum. Tapi, sebagian besar barang yang dipamerkan di Galeri Nasional adalah barang-barang pameran dan karya seni dan koleksi dari suatu lembaga yang mirip museum. Intinya, mengandung sesuatu untuk dipelajari. Dan memang, museum ada untuk memuaskan hasrat akan edukasi.

JADI, GAIIISSS, plis. Bagi teman-teman yang suka mengunjungi Galeri Nasional atau museum atau tempat pameran dan galeri seni lainnya untuk berfoto-foto, jangan datang ke museum deh. Minimal, bisa kan, selipin secuil tekad ke hati kalian buat belajar sesuatu? Sebelum berfoto-foto, coba deh tengok sebentar apa makna barang koleksi yang ini, apa pesan terselubung karya pamer yang itu, terus baru foto-foto. Karena yang pertama, kalian menghargai tujuan dari pameran, bahkan seniman yang memamerkan barang koleksinya. Yang kedua, dengan kayak gitu, kalian membawa pulang ilmu baru, bukan hanya foto baru yang bisa dipajang di medsos.

Plus, kalaupun memang pengen foto-foto, usahakanlah jangan mengganggu pengunjung lain yang memang bertujuan untuk melihat pameran dalam rangka memuaskan keingintahuan mereka akan karya seni dan ilmu pengetahuan. Jangan berisik. Jangan memblok pandangan orang yang sedang mengamati karya yang dipamerkan. Usahakan jangan foto pake flash. Kalau datang dalam jumlah rombongan, pilih waktu yang sepi, jadi orang-orang gak perlu risih minggir oleh jumlah kalian. Ketahuilah teman-teman, untuk menelaah karya seni, dibutuhkan semacam ketenangan biar bisa mencerna, dan mendapatkan estetika-nya. Jadi, tolong hargai.

Saya jadi kangen Galeri Nasional yang dulu, yang sepi, yang dingin, dimana saya bisa eksplorasi sepuasnya tanpa ada ketawa cekikikan atau “ulangin dong fotonya” atau “ihh gue masih kurang cantik” dll. Kesel gak sih lagi berusaha menemukan makna dari gambar tentang perbudakan, udah hampir nemu artinya secara keseluruhan, tiba-tiba buyar semua gara-gara ada suara cukup keras dan manja, “IHHH ULANGIN LAGI DONGGG, TADI GAK KECE POSE GUE” ya ampun… rasanya itu…

Maaf untuk memakai Galeri Nasional sebagai contoh, tapi karena saya sudah merasa Galeri Nasional sebagai rumah saya karena saya sering ke sini dan pamerannya selalu bagus-bagus, plus Galnas jauh dari rumah asli saya di Jakarta Selatan, saya merasa empet banget kalo gak bisa nikmatin pameran secara optimal karena pengunjung penggila foto yang kurang beretika, seperti contoh di paragraf lima.

ini aja gue take di TIM dan waktu itu gaada pengunjung sama sekali.


Jadi, siapa yang ngelarang foto-foto di galeri seni atau museum? Cuman ingat, sebelum foto, apa makna museum dan pameran sebenarnya, dan sadarlah bahwa ada pengunjung lain yang datang bukan untuk menikmati foto kalian, tapi pamerannya :) #saveRuangPublik





Tidak ada komentar:

Posting Komentar