Minggu, 02 Oktober 2016

Saya. Perempuan.

Dengar, Jagadhita!
Saya bangga terlahir menjadi seorang perempuan.
Saya bahagia terlahir sebagai seorang perempuan.
Yang dikonstruksikan secara sosial untuk menghayati "keperempuanan"
Yang dikonstruksikan secara biologis dengan rahim, vagina, payudara, dan kumpulan hormon: estrogen hingga progrestron.


Saya dengan senang menantikan peran-peran perempuan,
yang akan dan sudah
Menanti diri saya menjadi seorang ibu (di masa mendatang)
Menanti diri menjadi seorang istri (masih di masa mendatang)
Mengamati perkembangan diri saya kini yang diwarnai rasa
Menghadapi proses-proses perkembangan yang lebih banyak diwarnai jatuh dan terkapar
(tapi dengar, saya bangkit lagi)


Kadang saya berpikir,
enak ya jadi lelaki?
Secara permukaan lebih santai.
Lebih menggunakan logika dibanding rasa.
Lebih memiliki tekanan pertemanan yang ringan, beban yang tidak signifikan,
peran yang lebih menjanjikan--
tapi saya salah.
Seiring saya hidup bersama laki-laki: ayah saya, mantan-mantan saya, teman-teman, dan sahabat-sahabat lelaki saya, mereka berkata:
Tidak enak jadi lelaki.
Apalagi yang ada di bawah kungkungan budaya patriarki
Kamu dituntut untuk berdikari
Tidak boleh menangis berlebih
Menafkahi keluarga
Terlihat baik-baik saja padahal hanya ingin mewek saja
Terlalu sering memikirkan masa depan hingga kepala mau pecah
Terlalu banyak dituntut untuk membuktikan diri
dan dikucilkan jika gagal
atau menerima ejekan jika kelewat flamboyan.


Saya bahagia menjadi seorang perempuan;
yang dikelilingi oleh perempuan-perempuan
yang bangga dan hebat menjadi seorang perempuan


Pada akhirnya saya setuju,
di setiap personalita pasti ada elemen feminin dan maskulin
yang mana yang mau kau munculkan dan tetapkan
tapi, masa bodohlah,
saya memilih menjadi perempuan
dan saya bangga dilahirkan dan akan menjadi seorang:
perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar