Senin, 24 Oktober 2016

Mengutarakan Hujan

apa yang kelewat indah dari hujan? rinainya yang selalu akrab dengan tawa anak-anak, harumnya yang membawa berkah, dan tetesnya yang akan membuat para petani menari melibas padi-padi pada sawah yang ranum hijau dalam sebuah gurau? atau kah hujan pada sendirinya memang indah, tanpa perlu kita tahu fungsi dan harmoninya yang merasuk dalam sebuah desau, mengikis emosi-emosi yang tak kita biarkan keluar pada hari yang cerah dan matahari menusuk mata? hujan, yang memancing refleksi-refleksi yang tak kita biarkan orang lain tahu dan bentuknya yang seperti air mata seakan mewakilkan tetes-tetes yang tak kunjung jatuh pada piringan bumi itu.


hujan jatuh saja seperti itu, jujur dan manis, sembab dan lembab, tanpa perlu menimbang-nimbang ia akan terurai menjadi banyak butir tatkala menyentuh tanah. lalu menyusul lah dingin sesudahnya, padahal hujan tak pernah meminta. tapi di sana lah hujan, dalam emosinya: kadang ia marah, kadang ia lelah, kadang ia sendu, kadang ia sedih, tapi kadang ia hanya hujan. h-u hu, j-a ja, n, h-u-j-a-n, sesederhana itu, dan kita lah yang memaknainya.


di sana lah hujan, dan di sini lah kita memandangnya, berjuta tanya yang tak pernah tertuang dalam cakap, pada cerah hari yang fana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar