Kamis, 27 April 2017

Berbicara yang Tabu

saban itu di jalan menuju kosanku yang melewati kosanmu, aku mendengar gaung tukang roti dari subuh menjelang pagi di kamarmu yang terkenang. gaung itu bergema persis di sampingku, dan tiba-tiba saja, aku teringat sebuah tema tentang sentuhan. atau hasrat? atau gairah? aku tak tahu, yang kutahu, aku sudah lama tidak memikirkan itu.


tidak seperti gadis-gadis atau lelaki lainnya, aku tidak bisa memuaskan diri sendiri. aku juga tidak bisa menyentuh tanpa afeksi. bagiku sentuhan itu satu konotasi dengan rasa sayang, dan beginilah aku: terjebak dalam prinsip dan rasa-ku sendiri, merindukan sentuhan, tapi sekaligus tak memiliki medium untuk melampiaskan. karena hingga detik ini, belum ada sosok yang pantas untuk kuraup dengan tangan.


tapi di malam yang cukup dingin ini, bolehkah aku mengandaikan? aku kira aku akhirnya tahu aku bukan merindukan sentuhan  yang seksual. aku lebih merindukan dua hal:

dipeluk dengan erat hingga berkas-berkas sinar mentari jatuh di atas ranjangku, --

-- dan kehadiran seseorang.

tapi bagaimana kalau tidak akan ada "seseorang"?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar